YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Tiga mahasiswa Fakultas Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia (FTI UII) berhasil menciptakan alat tanam benih yang inovatif dan ergonomis. Alat tanam benih yang diberi nama Go-Win ini berhasil menjadi juara pertama pada Design Competition for Industrial System dan Environment (Descomfirst) 2018 di Solo.
Demikian diungkapkan Dekan FTI UII, Dr Imam Djati Widodo M.Eng.Sc kepada wartawan di Yogyakarta, Rabu (30/5/2018). Tiga mahasiswa yang diberi nama Tim Al-Faraby terdiri Reno Dias Anggara, Muhammad Iqbal Sabit (Teknik Industri 2015) dan Adinda Khairunnisa (Teknik Industri 2016).
Dijelaskan Imam, kompetisi desain ini dimulai dari bulan November 2017 lalu. Pertama mahasiswa diminta kembuat konsep kemudian diajukan pada panitia kompetisi. “Proses persiapan, Tim Al-Faraby menyerahkan sepenuhnya kepada vendor untuk pembuatan Go-win. “Untuk pembuatan prototypenya dibantu Program Studi Teknik Mesin FTI UII,” kata Imam yang didampingi dosen pembimbing, Ragil Suryoputro, ST, M,Sc.
Sedang Descomfirst 2018, kata Imam, merupakan acara tahunan se- Asia Tenggara yang diselenggarakan Himpunan Mahasiswa Teknik Industri Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS). Pada babak final, 15 tim yang lolos seleksi berkas proposal diharuskan untuk mempresentasikan hasil dari idenya pada Sabtu, (5/5/2018) di Hotel Sunan Solo. Sedang hasil karyanya berupa prototype dipamerkan di Solo Paragon Mall, Ahad (6/5/2018).
Imam mengungkapkan langkah selanjutnya FTI UII akan mematenkan hasil karya mahasiswa ini. FTI juga akan mengajak Kantor Aliansi Universitas dan Industri UII untuk memproduksinya secara massal.
Menurut Ketua Tim Al-Faraby, Muhammad Iqbal Sabit keunggulan Go-Win adalah bisa mengerjakan tiga tugas dalam sekali jalan. “Biasanya petani melakukan tanam benih itu bikin lubang, menanam benih, dan menutupnya. Ini sekaligus tiga pekerjaan tersebut selesai,” kata Iqbal.
Ketika ditanya berapa besar beaya untuk membuat satu unit Go-Win, Iqbal mengatakan untuk membuat prototype habis Rp 2,5 juta. Sedangkan berdasarkan survei, petani memiliki daya beli sekitar Rp 1,2 – 1,5 juta. “Mungkin kalau sudah diproduksi secara massal bisa dijual sesuai daya beli petani,” ujar Iqbal.