YOGYAKARTA — Tim mahasiswa Program Studi S1 Teknik Perminyakan Universitas Proklamasi (UP) 45 Yogyakarta meraih prestasi membanggakan. Mereka berhasil masuk lima besar pada lomba karya tulis ilmiah yang diselenggarakan Badak LNG Full Scholarship Program, PT Badak NGL Bontang Kalimantan Timur (Kaltim).
Ketiga mahasiswa adalah Rynaldi Surya Gumilar, Nendri Indrawan dan Aurista Dwi Andriana. Di bawah bimbingan Maria Ratih Puspita Lestiyono SSi MSc, paper berjudul ‘Pengembangan Surya Cell Berbasis Limbah Geotermal’ mampu menyisihkan 300 peserta dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
“Alhamdulillah kelompok kita masuk final. Kami bersyukur lolos lima besar. Kami akui dari ITB (Institut Teknologi Bandung) mengirimkan lima sampai enam kelompok. Tapi kita cukup yakin dan percaya diri toh yang dinilai adalah karya kita, bukan jaket almamater kita. Kita percaya diri dan lolos,” kata Rynaldi yang didampingi Nendri dan Aurista kepada wartawan di Yogyakarta, Rabu (1/11/2017).
Atas prestasi tersebut, Rynaldi mengaku membuat bangga orang tua dan kampus Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta. “Kita ingin menunjukkan kepada masyarakat ini lho civitas UP 45 bisa berprestasi, dan kami siap buktikan UP 45 berkualitas,” kata Rynaldi.
Dijelaskan mahasiswa kelahiran 30 November 1997 asal Majalengka Jawa Barat ini, di dasar kolam penampungan air panas PT Badak NGL Bontang terdapat endapan putih yang disebut silikat. “Silikat itulah yang akan kita manfaatkan. Sampai saat ini silikat hanya terbatas untuk pembuatan batako saja. Silikat itu pada tahap selanjutnya akan kita lakukan ekstrak. Kita pisahkan (separasi) antara silikon dan oksigennya menggunakan magnesium,” terangnya.
Kenapa magnesium, alasannya relatif freatik. Hasil sampingannya pun cukup ekonomis. Kalkulasinya, magnesium seharga Rp 3,6 juta per kilogram dari proses separasi itu bisa mendapatkan hasil sampingan Rp 6,5 juta dari magnesium oksidanya. Sedangkan hasil utamanya berupa silikon yang bisa dimanfaatkan menjadi panel surya Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Tahapan selanjutnya, ketika panel surya dirakit maka akan menghasilkan energi terbarukan. “Ke depannya kami berharap karya kami ini dapat terus dilanjutkan. Ketika kami sudah mengetahui alur kerjanya seperti apa, tinggal melaksanakan di lapangan dengan tujuan akhir silikon itu dapat dikembangkan menjadi PLTS. Bahkan target kami adalah penelitian ini kami lanjutkan. Nanti hasil akhir dari separasi limbah geotermal itu menjadi PLTS dan harapkan bisa diwujudkan di suatu desa,” kata dia.
Ryanaldi, Nendri maupun Aurista bersepakat ingin menerapkannya di daerah Garut, Jawa Barat yang memiliki banyak potensi panas bumi. Di antaranya, dua yang paling terkenal yaitu Lapangan Panas Bumi Darajat dan Kamajang. Tetapi, di balik potensi besar tersebut masih ada sejumlah daerah belum dialiri listrik. Itu sungguh sebuah anomali yang sangat unik.
Nendri Indrawan menambahkan, berdasarkan informasi yang diperoleh masih terdapat sejumlah desa di Garut minim pasokan aliran listrik (dari PLN). “Masih ada beberapa desa kurang teraliri listrik. Mungkin nanti ke depannya kita lebih fokus ke daerah Garut, untuk mengembangkan penelitian ini,” kata mahasiswa kelahiran 11 Desember 1995 asal asal Cirebon Jawa Barat itu.
Aurista Dwi Andriana mengatakan apabila hasil penelitianya diterapkan di Garut dan proyek PLTS bisa terwujud, mahasiswi kelahiran 12 Januari 1997 asal Tangerang Banten itu merasa bangga bisa ikut mengabdikan diri ke masyarakat. Selama ini PLTS diasumsikan sebagai pembangkit listrik berbiaya sangat mahal karena silikon masih impor dari negara lain.
“Kalau kita bisa memproduksi silikon sendiri maka kita dapat menekan anggaran, terlebih silikon itu dapat kita dapatkan dari limbah yang sama sekali tidak bernilai ekonomis yang selama ini hanya dibuat batako,” kata Aurista.