Manajemen Risiko Bantu UMKM Survive di Pasar Kompetitif

Muhammad Agusta Wijaya seusai mengikuti wisuda. (foto : istimewa)
Muhammad Agusta Wijaya seusai mengikuti wisuda. (foto : istimewa)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Risiko operasional melekat dalam setiap aktivitas bisnis, termasuk di sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Karena itu, UMKM perlu menerapkan manajemen risiko agar bisa bertahan dan tumbuh di pasar yang kompetitif.

Demikian diungkapkan Muhammad Agusta Wijaya, Mahasiswa Program Studi Teknik Industri, Program Magister Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia (FTI UII), Jumat (13/9/2024). Hal tersebut merupakan hasil penelitian tesisnya berjudul ‘Usulan Kerangka Kerja Manajemen Risiko Operasional dengan Mempertimbangkan Hubungan antara Penyebab Risiko Prioritas: Studi Kasus di Pawon Ayu.’

Bacaan Lainnya

“Penelitian ini bertujuan menyediakan kerangka kerja manajemen risiko operasional untuk Pawon Ayu, guna menganalisis risiko operasional dalam proses bisnisnya dan mengembangkan strategi mitigasi risiko proaktif,” kata Muhammad Agusta Wijaya.

Lebih lanjut Muhammad Agusta Wijaya menjelaskan kerangka kerja ini selanjutnya diimplementasikan melalui serangkaian langkah. Di antaranya, meliputi pemetaan aktivitas operasional, identifikasi risk event dan risk agent, analisis, evaluasi, dan pengembangan preventive action terhadap risk agent prioritas yang diidentifikasi, dengan memahami hubungan antara risk agent prioritas tersebut. House of Risk (HOR), Interpretive Structural Modeling (ISM) dan Analytic Network Process (ANP) digunakan sebagai metode analisisnya.

Hasil penelitian ini, kata Muhammad Agusta Wijaya, menyajikan kerangka kerja manajemen risiko operasional yang diusulkan untuk Pawon Ayu. Selain itu, juga preventive action yang diprioritaskan, meliputi integrasi pelatihan, pendampingan, dan pembinaan dari pimpinan atau karyawan yang berpengalaman ke dalam aktivitas operasional sehari-hari.

Kemudian, tambah Agusta Wijaya, pengembangan sistem penghargaan dan sanksi untuk karyawan; pembentukan tim perencanaan produksi dan pengendalian bahan baku; penyusunan jadwal kerja karyawan yang seimbang. Juga menjalin kemitraan jangka panjang yang dapat disesuaikan dengan pemasok; menyediakan area khusus untuk penyimpanan bahan baku gula dan garam; dan penerapan sistem first in first out (FIFO).

Hasil penelitian, jelas Agusta Wijaya, kerangka kerja manajemen risiko operasional telah berhasil disediakan untuk Pawon Ayu. Kerangka kerja tersebut mempertimbangkan hubungan antara risk agent prioritas menggunakan pendekatan manajemen risiko ISO 31000 dan HOR sebagai kerangka kerja analisisnya.

“Usulan kerangka kerja ini memberikan panduan bagi Pawon Ayu dalam mengelola risiko operasional dalam bisnisnya. Dengan mempertimbangkan hubungan antara risk agent prioritas dapat memberikan wawasan lebih dalam menyusun preventive action secara proaktif,” kata Agusta Wijaya.

Kemudian, kata Agusta Wijaya, dari identifikasi potensi risiko operasional pada Pawon Ayu, diperoleh 22 risk event dan 26 risk agent. Selain itu, penelitian ini berhasil mengidentifikasi 11 risk agent prioritas yang memerlukan perhatian khusus. Di antaranya, karyawan tidak melaksanakan SOP dengan benar; faktor musiman; kurangnya kedisiplinan karyawan; kelelahan karyawan (human error).

Kemudian, tambah Agusta, hal lain yang memerulkan perhatian khusus, perubahan pesanan produk mendadak dari pelanggan; kesalahan dalam penghitungan kebutuhan bahan baku; ketidakmampuan pemasok memenuhi permintaan bahan baku. Pengelolaan produk masuk dan keluar kurang baik; Perkiraan permintaan produk tidak akurat; Pengaturan dan penempatan bahan baku gula dan garam kurang baik;Kurangnya keterampilan karyawan.

Sedangkan preventive action yang perlu segera dilakukan Pawon Ayu adalah mengintegrasikan pelatihan, pendampingan, dan pembinaan dari pimpinan atau karyawan yang berpengalanan ke dalam aktivitas operasional sehari-hari. Selanjutnya, mengembangkan sistem penghargaan dan sanksi untuk karyawan; Membentuk tim perencanaan produksi dan pengendalian bahan baku; Melakukan penjadwalan kerja karyawan yang seimbang; Menjalin kemitraan jangka panjang yang dapat disesuaikan dengan pemasok; Penyediaan area khusus untuk menyimpan bahan baku gula dan garam; Menerapkan sistem first in first out (FIFO).

Berdasarkan hasil penelitiannya, Agusta Wijaya menyarankan, pertama, preventive action yang dapat dilakukan Pawon Ayu perlu secara berkala memantau dan mereviu pelaksanaan dari preventive action untuk memastikan kelangsungan proses manajemen risiko. Kedua, kerangka kerja manajemen risiko operasional yang diusulkan ini juga dapat diimplementasi pada industri lain yang sejenis, selain dari studi kasus yang dibahas dalam penelitian ini. “Gambaran yang diperoleh dari penelitian ini dapat digunakan untuk memverifikasi dan memperkuat efektivitasnya dalam berbagai kasus praktis,” harap Agusta Wijaya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *