YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Program Studi (Prodi) Doktor Hukum Islam (DHI) dan Magister Ilmu Agama Islam (MIAI), Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia (FIAI UII), Rabu (29/6/2022), menggelar ‘Bedah Buku’ secara virtual. Buku yang dibedah berjudul ‘Agama, Filsafat Ilmu Pengetahuan : Sintesis Kreatif Epistemologi Pemikiran Islam Kontemporer’ karya 12 penulis.
Menurut Ketua Prodi DHI FIAI UII, Dr Yusdani MAg buku tersebut merupakan terbitan mutakhir Prodi DHI dan MIAI UII. Kemudian konten buku tersebut perlu diapresiasi karena menawarkan beragam epistemologi relasi Islam dan Ilmu Pengetahuan.
“Di tengah upaya untuk pencarian jawaban untuk konteks keindonesiaan, buku ini mengetengahkan berbagai alternatif solusi. Karena itulah diberi judul dan kata kunci sintesis kreatif. Selain itu, karya serupa akan segera disiapkan sebagai lanjutannya,” kata Yusdani.
Bedah buku ini bekerjasama dengan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Nara sumber bedah buku ini salah satu penulis, Supriyanto Abdi. Sedang pembedah Dr Mustamar Iqbal Siregar, MA, dosen Fakultas Tarbiyah & Ilmu Keguruan IAIN Langsa, Aceh; dan Dr Robby H. Abror, S.Ag., MHum, dosen Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Salah satu penulis buku, Supriyanto Abdi, SAg, MCAA, PhD, dosen FIAI UII. mengatakan kehadiran buku ini pertama, untuk membingkai ulang beragam perspektif dan pendekatan epitemologis yang ditawarkan pemikiran Islam modern lintas generasi/periode. Kedua, memetakan secara kritis spektrurm diskursus epistemologis pemikiran Islam kontemporer berdasarkan representasi geografis (konteks dunia Islam dan konteks Indonesia) dan basis tradisi akademik (Islam dan Barat).
Ketiga, menawarkan semangat dan visi sintesis kreatif dalam merumuskan relasi agama, filsafat, dan ilmu pengetahuan sebagai strategi alternatif dalam menjawab berbagai persoalan keagamaan, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta isu-isu kemanusiaan global saat ini,
Rektor UII, Prof Fathul Wahid ST, MSc, PhD dalam keynote speechnya mengatakan penyeragaman tidak selalu operasional dan produktif. Bahkan bisa terjadi sebaliknya yaitu kontraproduktif. “Jika terjadi perbedaan, kembalikan kepada ilmu atau pendekatan ilmiah. Jika memang mempunyai dasar dan argumen, dipastikan ada sebagian orang menerima,” kata Fathul.
Menurut Fathul, Islam bisa berkembang pesat karena memiliki pemikiran yang terbuka. Islam bisa bersanding, bukan bertanding. “Tidak semua yang berbeda berdiri diametral. Ini prinsip penting. Bisa jadi saling melengkapi,” kata Fathul.
Mustamar Iqbal Siregar mengatakan selama ini, umat Islam masih menjaga jarak dengan ilmu-ilmu umum (karena dianggap produk filsafat) seperti sosiologi, budaya, psikologi, dan antropologi yang kemunculannya terjadi pada sekitaran abad 18 dan 19. Sehingga episode pertengkaran terus berlanjut di ranah ilmu pengetahuan dalam bentuk dikotomi ilmu karena sejak awal telah memisahkan antara agama dan filsafat.
Keadaan tersebut menuai respon serius dari kalangan intelektual
muslim kontemporer Indonesia, antara lain Kuntowijoyo yang menawarkan integrasi keilmuan sebagai solusi. Kemudian dilanjutkan penyempurnaannya oleh Amin Abdullah dalam bentuk paradigma keilmuan integrasi-interkoneksi.
Menurut Siregar, buku berjudul ‘Agama, Filsafat, dan Ilmu Pengetahuan: Sintesis Kreatif Epistemologi Pemikiran Islam Kontemporer’ hadir pada momentum yang tepat. Ide besar yang diusung dalam buku ini mengindikasikan bahwa para penulis turut menyadari betapa paradigma integrasi-interkoneksi besutan Amin Abdullah tidak dapat semata-mata dijadikan solusi dalam penyelesaian problematika dikotomisasi ilmu.
“Agaknya para penulis buku ini memahami betul bahwa masalah dikotomi perlu diselesaikan dari hulu, yakni dengan mereposisi eksistensi agama, filsafat, dan ilmu pengetahuan dengan kreasi epistemologis yang bersifat sintesis,” kata Siregar.
Sementara Robby H Abror mengatakan buku kumpulan tulisan dari 12 penulis dengan judul yang berbeda-beda, bukan buku utuh. “Meskipun bukan buku utuh, tetap memiliki kelebihan: yakni kekuatan (historis) dan relevansi (aktualitas)-nya untuk pengembangan pemikiran Islam terutama dalam konteks keindonesiaan dan lebih khusus lagi di UII yang telah lama menyelenggarakan kuliah dan kajian keislaman,” kata Robby. (*)