Oleh : Dr (cand) Kholid Haryono, ST, MKom *)
BULAN RAMADHAN adalah bulan penuh keberkahan yang menjadi momentum bagi umat Islam untuk meningkatkan amal sholih. Namun, sering kali semangat ibadah yang membara di bulan Ramadhan perlahan meredup setelah bulan suci ini berakhir. Padahal, amal yang paling dicintai oleh Allah adalah yang dilakukan secara kontinyu, meskipun sedikit.
Sebagaimana salah satu penggalan dalam HR. Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda:
“Wahai sekalian manusia, ambillah (lakukanlah) amal yang kalian mampu, karena sesungguhnya Allah tidak akan pernah bosan (memberikan pahala) sampai kalian bosan (melakukan amalan itu). Dan sesungguh-nya perbuatan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang terus-menerus (kontinyu), meskipun sedikit.”
Dalam QS. Al-‘Asr, Allah mengingatkan bahwa demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali mereka yang beriman, beramal sholih, serta saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran. Ini menunjukkan bahwa amal sholih bukan sekadar dilakukan secara spontan, tetapi perlu direncanakan dan dijaga kontinyuitasnya.
Hal ini diperkuat dalam QS. Al-Hasyr [59]:18, yang menyatakan bahwa: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan”.
Artinya, amal sholih harus dimulai dari melihat kondisi saat ini untuk mempersiapkan diri menggapai hasil di hari esok. Ini seyogyanya dikelola dengan baik agar menjadi kebiasaan yang terus-menerus, bukan hanya sekadar fenomena musiman saat Ramadhan.
Salah satu metode yang dapat membantu membentuk kebiasaan baik (amal sholih) adalah Neuro-Linguistic Programming (NLP). NLP adalah pendekatan yang menghubungkan pikiran, bahasa atau komunikasi, dan tindakan untuk menciptakan hasil dalam menciptakan perubahan yang diinginkan secara berkelanjutan.
Dalam konteks membangun kebiasaan amal sholih, NLP membantu kita mengidentifikasi dua hal utama yaitu: memahami Kondisi saat ini (misalnya, masih jarang membaca Al-Qur’an atau belum rutin bersedekah), dan menentukan Kondisi yang diinginkan (misalnya, menjadi ahlul Qur’an yang istiqomah bersamanya atau menjadi pribadi yang gemar bersedekah).
Setelah itu, masing-masing kondisi tersebut diturunkan menjadi langkah-langkah berikut: Kondisi saat ini diturunkan menjadi empat turunan yaitu hasil yang telah dicapai, tindakan yang telah dilakukan, perasaan yang mendorong tindakan saat ini, dan pikiran yang menjadi dasar atau argumen perasaan itu muncul sehingga tindakan itu dilakukan. Kondisi yang diinginkan juga diturunkan seperti kondisi saat ini.
Dengan membandingkan keduanya, maka kita jadi mengetahui bagian mana yang perlu ditingkatkan dan diperbaiki sehingga kebiasaan yang dibuat dapat terwujud. Kita bisa turunkan keduanya dari kedua contoh sebelumnya yaitu menciptakan kebiasaan membaca Qur’an atau bersedekah.
Akhirnya, membangun kebiasaan amal sholih tidak hanya bermanfaat untuk kehidupan akhirat, tetapi juga membentuk karakter yang lebih baik dalam kehidupan dunia. Dengan merencanakan amal sholih dan menerapkannya secara kontinu, kita bisa menjadi pribadi yang lebih baik dari waktu ke waktu. NLP dapat kita jadikan salah satu best practice untuk menciptakan kebiasaan tersebut sehingga Ramadhan akan benar-benar menjadi madrasah penciptaan amal sholih yang tidak terputus hingga akhir hayat.
Mari kita jadikan Ramadhan sebagai titik awal, bukan akhir dari amal sholih kita! Bismillah, mulai dari sekarang, sekecil apa pun, yang penting terus-menerus. (*)
*) Mahasiswa Prodi Doktor Rekayasa Industri FTI UII dan Dosen Jurusan Informatika FTI UII