YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Metode Scale Invariant Feature Transform (SIFT) mempermudah ahli forensik dalam mencocokan image suspek pada citra Closed Circuit Television (CCTV) dengan reka image orang yang sama. Metode ini membantu memecahkan banyak kasus image yang terekam CCTV dan memerlukan identifikasi tentang kecocokan wajah dengan seseorang.
Itulah hasil penelitian Indrawan Ady Saputro, mahasiswa Program Studi Magister Informatika, Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia (FTI UII). Tesis tersebut diungkapkan Indrawan kepada wartawan secara virtual Rabu (21/12/2022). Indrawan didampingi Irving Vitra Paputungan ST, MSc, PhD, Ketua Program Studi Informatika Program Magister FTI UII, dan Dr Yudi Prayudi, SSi, MKom, dosen pembimbing yang juga dosen Jurusan Informatika FTI UII.
Dijelaskan Indrawan, algoritma SIFT dipilih untuk menyelesaikan pendeteksian kecocokan objek karena metode ini invariant terhadap perubahan skala, rotasi, translasi, dan iluminasi. “Pengujian metode SIFT diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan nilai kecocokan objek image, perbedaan nilai kecocokan objek tersebut dipengaruhi kondisi tertentu,” kata Indrawan.
Lebih lanjut Indrawan menjelaskan kondisi tertentu yang mempengaruhi perbedaan nilai kecocokan objek adalah cahaya sekitar objek dan ada tidaknya blur pada image. Hasil pengujian metode SIFT, tingkat kecocokan suspect image dengan reka image orang yang sama menghasilkan nilai matching keypoint yang tinggi dibandingkan dengan reka image yang berbeda.
“Tingkat akurasi analisis kecocokan objek mendapatkan nilai 80 persen. Sehingga dapat disimpulkan metode SIFT dapat diimplementasikan untuk melakukan deteksi kecocokan objek suspect image dan reka image,” kata Indrawan.
Sementara Yudi Prayudi mengatakan pencahayaan yang terang sangat sangat membantuh ahli forensik dalam menganalisa objek. Pada siang hari akurasi dapat mencapai 80 persen, sedang malam hari akurasinya hanya 50 persen. Namun seiring dengan perkembangan teknologi, kualitas CCTV semakin baik. Walaupun cahaya yang minim image yang tertangkap CCTV dapat dianalisa lebih akurat.
Sebagai saksi, tambah Yudi Prayudi, ahli forensik tidak boleh memberikan kepastian siapa orang yang tertangkap CCTV kepada penyidik. Ahli forensik hanya dapat memberikan keterangan bahwa ada ‘kemiripan’ image yang tertangkap pada CCTV dengan orang yang diduga pelaku kasus kejahatan.
“Informasi dari ahli forensik akan menambah keyakinan penyidik dalam menentukan pelaku suatu kasus kejahatan, misalnya. Keputusan menentukan seseorang sebagai pelaku kejahatan itu ada pada penyidik, bukan ahli forensik,” tandas Yudi Prayudi. (*)