MGB UII dan DGB UI : Banyak Pelanggaran Etika untuk Dapatkan Profesor

Dewan Guru Besar Universitas Indonesia dan Majelis Guru Besar Universitas Islam Indonesia saat melakukan pertemuan di Kampus UII Yogyakarta. (foto : istimewa)
Dewan Guru Besar Universitas Indonesia dan Majelis Guru Besar Universitas Islam Indonesia saat melakukan pertemuan di Kampus UII Yogyakarta. (foto : istimewa)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Majelis Guru Besar Universitas Islam Indonesia (MGB UII) dan Dewan Guru Besar Universitas Indonesia (DGB UI) menegaskan saat ini banyak pelanggaran etika yang serius untuk mendapatkan jabatan profesor. Gelombang pelanggaran etika akademik tersebut mengancam integritas dunia perguruan tinggi.

Menyikapi kondisi tersebut Majelis Guru Besar Universitas Islam Indonesia dan Dewan Guru Besar Universitas Indonesia mengeluarkan pernyataan sikapnya. Majelis Guru Besar Universitas Islam Indonesia dan Dewan Guru Besar Universitas Indonesia menyerukan kepada pemerintah, khususnya Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk melakukan pengujian dengan seksama dan selektif. Proses penetapan jabatan profesor hanya dapat ditetapkan setelah melewati proses yang memenuhi nilai etika akademik, moral, kaidah hukum dan perundang-undangan.

Bacaan Lainnya

Pernyataan sikap tersebut ditandatangani Ketua MGB UII, Prof Ir Mochamad Teguh, MSCE, PhD dan Ketua DGB UI, Prof Harkristuti Harkrisnowo, SH, MA, PhD, Sabtu (17/8/2024). Pernyataan sikap ini untuk menjaga integritas dan muruah dunia akademik, demi masa depan pendidikan tinggi yang berlandaskan pada kejujuran, integritas, dan tanggung jawab moral.

Selain itu, Majelis Guru Besar Universitas Islam Indonesia dan Dewan Guru Besar Universitas Indonesia mengajak semua perguruan tinggi di Indonesia untuk mengawal dan memastikan proses pengajuan kenaikan jabatan akademik profesor di kampus masing-masing dengan menjunjung tinggi etika akademik dan perundang-undangan.

Majelis Guru Besar Universitas Islam Indonesia dan Dewan Guru Besar Universitas Indonesia juga mendorong semua perguruan tinggi di Indonesia mengembangkan budaya etika akademik. Sehingga praktik tidak etis dalam proses pengusulan jabatan akademik profesor tidak dilakukan kembali.

Praktik tidak etis dalam proses pengusulan jabatan akademik profesor, termasuk memublikasi hasil penelitiannya di jurnal tidak berkualitas dan menggunakan ghost writer atau makelar penulisan dalam pengusulan jabatan profesor. Kondisi ini memerlukan penanganan serius dari semua pihak. Perguruan tinggi sebagai penjaga moral dan etika bangsa perlu bersikap tegas dalam menanggapi situasi ini demi menjaga muruah universitas sebagai rujukan nilai dan moralitas.

Mochamad Teguh dan Harkristuti Harkrisnowo menjelaskan profesor bukan gelar akademik, akan tetapi merupakan jabatan tertinggi bagi akademisi. Professorship seharusnya diperoleh melalui proses yang menjunjung tinggi etika dan integritas akademik.

“Pada kenyataannya banyak ditemukan pelanggaran etika yang serius untuk mendapatkan jabatan profesor. Mengingat jabatan profesor dianggap sebagai simbol status sosial yang dapat diperoleh dengan mudah tanpa melalui komitmen sepanjang karier terhadap Tridarma perguruan tinggi yang mencakup pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat,” katanya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *