Model Digital SCOR-DS 12 Tingkatkan Supply Chain Performance IKM

FTI UII
Elisa Kusrini (kiri) dan Atyanti Dyah Prabaswari saat memberikan keterangan kepada wartawan secara virtual, Jumat (21/7/2023). (foto : istimewa)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Selama ini Industri Kecil Menengah (IKM) lebih banyak menggunakan intuitif dan pengalaman dalam pengadaan bahan baku untuk memenuhi pesanan. Jumlah permintaan bahan baku pun berdasarkan pengalaman bulan yang sama di tahun sebelumnya. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan penerapan Model Supply Chain Operations Reference Digital Standard (SCOR-DS) 12.

Prof Dr Ir Elisa Kusrini, MT, CPIM, CSCP, SCOR-P, Ketua Program Studi Rekayasa Industri Program Doktor Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia (FTI UII) mengungkapkan hasil penelitian terhadap 12 IKM di Kabupaten Sleman dan Bantul kepada wartawan secara virtual, Jumat (21/7/2023). Penelitian yang dilakukan sejak tahun 2018 hingga kini mengangkat judul ‘Model peningkatan kinerja supply chain dengan pendekatan Supply Chain Operation Reference di Industri Kreatif Kulit DIY.’

Bacaan Lainnya

Menurut Elisa Kusrini, menggunakan intuisi dan pengalaman dalam menjalankan bisnis tidak ada jeleknya. Tetapi IKM akan lebih bagus jika menggunakan data atau Model Supply Chain Operations Reference Digital Standard (SCOR-DS) 12. “SCOR DS 12 itu berdasarkan data. Dilihat dari pola data ternyata -pada bulan tersebut naik. Dapat diketahui naiknya berapa persen. Itu dapat digunakan sebagai alat bagi mereka untuk membantu melihat masa depan,” kata Elisa.

Elisa menambahkan metode ini secara empiris sudah digunakan di perusahaan-perusahaan besar dan berhasil. Sehingga Elisa menilai metode ini baik juga diterapkan pada IKM. “Kita berpikir kenapa tidak digunakan di IKM agar performancenya lebih bagus,” kata Elisa.

Elisa mengatakan FTI UII bekerjasama dengan Disperindag Kabupaten Sleman dan Bantul untuk menerapkan Model SCOR DS terhadap 12 IKM yang bergerak di kerajinan kulit. Model SCOR DS 12 sudah menyediakan kerangka identifikasi permasalahan yang dihadapi IKM.

“Model SCOR DS 12 sudah menyediakan berbagai macam tamplate untuk mengatasi permasalahan. Di antaranya, mereka harus membuat konteks summary berisi siapa supply chain, partner bisnis, kondisi geografisnya seperti apa. Sehingga IKM dapat melihat dari sisi yang komprehensif meliputi ketersediaan supply, potensi pasar, kemampuan internal,” kata Elisa.

Setelah mengetahui permasalahan, kata Elisa, dilakukan gap analysis yaitu langkah mengetahui potensi apa yang bisa dijadikan keunggulan IKM, mengetahui bagaimana kondisi bisnis saat ini, kemampuan internal. Selanjutnya, dapat diketahui apa yang menjadi pokok permasalahan, faktor-faktor apa yang menjadi penyebabnya, sektor mana yang lemah, kemudian sumberdaya mana yang lemah. Kemudian ada berbagai macam alternatif solusi yang berasal dari best practice.

“Hasil penerapannya, ada berbagai masalah di antara IKM yang diteliti. Berbagai masalah yang dihadapi di antara revenew merupakan masalah krusial. Setelah dilakukan identifikasi, salah satu permasalahan di marketing. Kemudian kita membuatkan media promosi dan membuatkan website untuk mereka,” katanya.

Masalah lain, kata Elisa, dalam hal kemasan produk dan FTI UII juga melakukan perbaikan. Ada juga memperbaiki proses, karena responsifness-nya kurang bagus. Lamanya di mana, ternyata dari supplier ke IKM-nya. Kita juga melakukan perbaikan di situ.”Perbaikan yang diusulkan FTI UII kepada masing-masing IKM menyesuaikan permasalahan yang dihadapi IKM tersebut,” ujarnya.

Sementara Atyanti Dyah Prabaswari, ST, MSc, Manajer Akademik Keilmuan Program Studi Teknik Industri Program Magister FTI UII mengatakan Program Studi Doktor Rekayasa Industri (PDRI) FTI UII memiliki tiga konsentrasi. Pertama, Intellegent Supply Chain Management dengan penanggung jawab Prof Elisa Kusrini. Konsentrasi kedua, Intellegent Enterprise Management and Engineering dengan penanggung jawab Prof Fathul Wahid ST, MSc, PhD. Ketiga, Ergonomic, Work Safety and Health Engineering dengan penanggung jawab Prof Dr Ir Hari Purnomo MT, IPU, ASEAN. (*)