YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Muhammad Zakariyah, mahasiswa Program Studi Informatika Program Magister, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia (FTI UII) berhasil mengembangkan aplikasi pemantau kecepatan aliran darah (Blood Flow Velocity/BFV) dan tekanan tekanan darah (Blood Pressure/BP). Analisis multiparameter biosignal tersebut berguna sebagai pemantau perkembangan terapi penderita stroke iskemik usia lanjut tanpa diabetes melitus (DM).
Ketua Program Studi Informatika Program Magister FTI UII, Izzati Muhimmah, ST, MSc, PhD mengatakan dengan aplikasi ini biaya pengobatan stroke menjadi lebih hemat. Sebab pasien penderita stroke tidak perlu melakukan Computed Tomography (CT) scan untuk mengetahui perkembangan terapinya.
“Penelitian ini masih menggunakan data sekunder dari Amerika Serikat. Tetapi tidak ada perbedaan antara penderita stroke di Amerika Serikat dan Indonesia,” kata Izzati Muhimmah yang mendampingi Muhammad Zakariyah kepada wartawan di Kampus FTI UII, Jumat (28/2/2020).
Sedang Muhammad Zakariyah menjelaskan biosignal mampu memberikan informasi mengenai kondisi tubuh, termasuk kondisi fisiologis penderita stroke iskemik. Regulasi darah di dalam otak diatur melalui mekanisme Cerebral Autoregulation (CA). Beberapa parameter yang dapat digunakan untuk mengetahui mekanisme ini adalah kecepatan aliran darah (Blood Flow Velocity/BFV) dan tekanan tekanan darah (Blood Pressure/BP).
Stroke, lanjut Muhammad Zakariyah, juga berkaitan dengan aktivitas sistem saraf, yang direpresentasikan melalui Heart Rate Variability (HRV). “Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan ketiga biosignal tersebut dan pengaruhnya terhadap fisiologis penderita stroke iskemik. Subjek penelitian dibagi menjadi dua kelompok (20 stroke dan 20 control),” kata Zakariyah.
Data BFV, kata Zakariyah, didapatkan pada bagian Middle Cerebral Artery (MCA), sedang BP didapatkan melalui arteri lengan pada bagian atas, dan elektrokardiogram dengan tiga lead dipasang di bagian dada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara BP dan BFV pada kelompok control (p-value < 0.05; r = -0.574).
Korelasi ini, lanjut Zakariyah, tidak ditemukan pada kelompok stroke. Sebaliknya hubungan antara BP dan HRV hanya ditemukan pada kelompok stroke, yang disebabkan oleh tingginya aktivitas saraf simpatetik (p-value < 0.05 dan r > 0.4) pada parameter SDRR, RMSSD, CVRR, LF, dan SD1.
Pada kelompok control, tidak terdapat hubungan antara HRV dengan BP. Hubungan antara BFV dan HRV pada kelompok control tidak ditemukan secara statistik, namun pada kelompok stroke, hubungan ini terlihat pada parameter LF dan Rasio LF/HF (p-value < 0.05; r > 0.4).
“Berdasarkan temuan dari penelitian ini, parameter yang dapat digunakan untuk menjelaskan karaketeristik penderika stroke di semua posisi adalah MeanRR, VLF, dan LF,” kata Zakariyah yang lulus dengan predikat cumlaude.
Ada tiga kesimpulan, kata Zakariyah. Pertama, BP pada kelompok stroke iskemik dengan beberapa eksklusi pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok control. Sedangkan BFV pada kelompok stroke iskemik lebih lambat daripada kelompok control. Hampir semua parameter pada Heart Rate Variability (HRV) pada kelompok stroke iskemik lebih rendah daripada kelompok control.
Kedua, pada kelompok control, BP berbanding terbalik dengan BFV (p-value < 0.05 dan r ≥ 0.5). Pada penderita stroke iskemik, mekanisme ini tidak dapat bekerja dengan baik, sehingga tidak ditemukan korelasi antara BP dan BFV. Terdapat hubungan antara BP dengan HRV pada kelompok stroke iskemik, yang disebabkan oleh tingginya aktivitas saraf simpatetik (p-value < 0.05 dan r > 0.4). Hubungan antara BFV dengan HRV juga hanya ditemukan pada kelompok stroke (p-value < 0.05 dan r > 0.4).
Ketiga, parameter pada HRV yang dapat digunakan untuk membedakan karakteristik penderita stroke iskemik yaitu SDRR, CVRR, LF, dan VLF yang merepresentasikan aktivitas simpatetik dan parasimpatetik, serta RMSSD dan SD1 yang menunjukkan aktivitas saraf parasimpatetik.