YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Pakar hukum Universitas Widya Mataram (UWM), Hartanto, SH, MHum, mengatakan prihatin atas Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Wali Kota Yogyakarta periode 2011-2017 dan 2017 –2022, Haryadi Suyuti. OTT ini membuktikan terjadinya problem transparansi, akuntabilias, dan integritas pemerintahan Kota Yogyakarta dalam memproses perizinan properti, terutama hotel, apartemen, yang didedikasikan untuk pelayanan dan dukungan fasilitas pariwisata.
“Insiden ini menguak tabir kepalsuan di balik ramahnya oknum pejabat publik. Insiden ini juga menjadi (petunjuk) tentang fenomena anti korupsi (di kalangan pejabat pemerintah) masih jauh (dari ideal),” kata dosen Fakultas Hukum UWM, Hartanto, Sabtu (4/6/2022).
Haryadi Suyuti bersama Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta. Nur Widihartana, serta Sekretaris Pribadi merangkap ajudan Haryadi, Triyanto Budi Wuyono ditangkap penyidik KPK di Yogyakarta, Kamis (2/6/2022). Mereka diduga menerima suap dari Vice President Real Estate Summarecon Agung, Oon Nusihono sebesar Rp 50 juta dan 27.258 dollar AS.
Penangkapan tersebut, tambah Hartanto, menguak dan membuktikan tentang riak-riak dugaan adanya ganjalan pemerintah Kota Yogyakarta dalam pelaksanaan good governance. Banyak pihak telah mendiskusikan tentang dugaan-dugaan proses pengembangan hotel, apartemen, dan properti lainnya mengabaikan asas transparansi, akuntabilitas, dan integritas moral oknum-oknum pejabat publik.
Menurut Hartanto, penangkapan yang ditindaklanjuti penahanan Haryadi Suyuti dan tersangka lainnya menjadi otokritik bagi para pejabat pemerintah di Yogyakarta tentang bagaimana keseriusan dan komitmen mereka dalam membangun budaya anti korupsi. “Ketika KPK menetapkan status tersangka dan menahan Walikota Yogyakarta (Haryadi Suyuti) itu, maka hal ini menjadi fenomena bahwa budaya anti korupsi di kalangan pejabat pemerintah Yogyakarta memang jauh dari ideal.”
Kandidat doktor hukum tersebut menyatakan, persoalan yang bertendensi negative dalam proses perizinan properti di Kota Yogyakarta sering dikaitkan dengan urusan mendirikan hotel, apartemen, toko modern di Kota Yogyakarta menghiasi media-media konvensional dan media sosial. Dengan pelaksanaan OTT terhadap Haryadi Suyuti, menurutnya, akan mendorong aparat penegak hukum meluaskan penyidikannya, tidak saja sebatas kasus dalam OTT, kasus yang terkait lainnya bisa ikut diungkap.
“Apakah insiden penangkapan Haryadi Suyuti bisa menjadi jalan untuk membuka kotak pandora atau trigger kasus-kasus perizinan properti? Saya berpendapat, ini merupakan hal yang memungkinkan,” kata Hartanto.
Hartanto juga mengharapkan insiden penangkapan Haryadi Suyuti juga diharapkan bisa menjadi bola salju pelecut bagi para aparat pemerintah lainnya untuk meningkatkan komitmen mereka terhadap budaya anti korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Menurut Hartanto, kasus ini seharusnya menjadi dorongan para pemangku
kebijakan dalam menegakkan budaya anti korupsi, kolusi, dan nepotisme.
“Saya berharap insiden OTT ini akan menjadi faktor detterence, sehingga menimbulkan penguatan budaya anti korupsi di kalangan aparat pemerintah daerah,” harapnya.
Reaksi Masyarakat
Warga merespon prihatin atas penangkapan Haryadi Suyuti oleh penyidik KPK dengan mendoakan agar mantan wali kota Yogyakarta bisa menghadapi tuntutan hukum secara elegan. Tetapi terdapat pula warga yang merespon insiden ini dengan memotong bersih seluruh rambut kepala (gundul) seperti diekspresikan oleh Dodok Jogja, warga Miliran, Yogyakarta. Dia menggunduli rambut kepala di Jalan Kenari, tepatnya di trotoar utara jalan kompleks Balaikota Yogyakarta, Sabtu (4/6/2022).
Dodok telah dikenal sebagai warga yang aktif menyuarakan kritik terhadap kebijakan Haryadi Suyuti selama dia menjabat Wali Kota Yogyakarta, di antaranya kritik tentang obral perizinan mendirikan hotel, apartemen, pembiaran para pemilik hotel menggunakan sumur tanah yang mengakibatkan sumur warga kering.
Aksi teatretikal yang dilakukannya mandi pasir pada Agustus 2014 sebagai protes air sumur di rumahnya kering pasca pembangunan sebuah hotel di Kusumanegara. Kemudian dia melakukan ritual mandi air kembang tujuh rupa di Kompleks Balaikota Yogyakarta, Februari 2018, aksi menyemburkan kotoran ke papan nama Balikota Yogyakarta, pada 2019. (*)