YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Saat ini muncul sejumlah catatan kritis jika Ekonomi Islam tidak mampu mengatasi persoalan ekonomi umat. Persoalan ini muncul bukan karena masalah teknis, namun ada hal fundamental yang harus dibenahi.
Imam Khoiri SAg, ME, penulis dan peneliti Tesis Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta mengungkapkan hal tersebut pada bedah Buku ‘Epistemologi Ekonomi Islam, Telaah atas Pemikiran Abbas Mirakhor’ melalui Zoominar, Sabtu (13/6/2020). Bedah buku ini menampilkan pembedah M Sholihin MSI, MEI, Dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Curup, Bengkulu, Mega Oktaviany MSI, PhD©, Dosen Universitas Guna Darma Jakarta, dan moderator Lisda Aisyah, mahasiswi Prodi MIAI FIAI UII.
Bedah buku ini diselenggarakan Program Studi Magister Ilmu Agama Islam (MIAI) dan Program Studi Doktor Hukum Islam (DHI), Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia (FIAI UII). Bedah buku ini merupakan zoominar berseri yang dilaksanakan Prodi MIAI dan DHI FIAI UII Yogyakarta.
Lebih lanjut Imam Khoiri menjelaskan agar Ekonomi Islam dapat mengatasi persoalan umat perlu ada agenda analisa teoritik secara mendalam oleh peneliti. Sehingga kekurangan Ekonomi Islam tersebut dapat segera teratasi.
Imam Khoiri berupaya untuk memecahkan permasalahan tersebut dengan menggali pemikiran Abbas Mirakhor, Profesor Ekonomi Islam di Alabama University dan Florida Institute of Technology, Amerika Serikat. Ia menilai pemikiran Abbas Mirakhor yang kompeten dalam Ekonomi Islam mampu memecahkan persoalan saat ini.
Salah satu pemikiran Abbas Mirakhor, kata Imam Khoiri, telah merumuskan Intitusional scaffolding ekonomi Islam. Institusi tersebut terdiri aturan tentang properti, aturan pasar, aturan distribusi dan redistribusi, aturan risk sharing, kontrak dan trust.
“Dalam pandangan Abbas Mirakhor, secara epistemologis, sumber untuk menetapkan konsep ekonomi ideal adalah Alquran, Sunnah dan fikih. Abbas Mirakhor menempatkan Alquran sebagai metaframework. Alquran adalah sumber seluruh paradigma Islam, menetapkan aturan-aturan perilaku (institusi), dan memberikan gambaran sebuah masyarakat ideal,” kata Imam.
Perspektif institusional ini didasarkan pada NIE (New Institutional Economics). Sebuah mazhab pemikiran dalam ekonomi yang berpendapat bahwa selain faktor human capital, investasi dan kemajuan teknologi, ada faktor lain yang memiliki peran penting dalam menentukan kinerja ekonomi.
“Dalam pendekatan NIE, aturan perilaku (rule of behaviour) yang disebut institusi, secara akumulatif akan membentuk struktur institusional (institutional scaffolding) masyarakat,” katanya.
Berdasarkan hasil penelitiannya, Imam merekomendasikan perlu melakukan kajian untuk memikirkan upaya mewujudkan idealisme Ekonomi Islam dalam masyarakat secara gradual. Selain itu, perlu penelitian Ekonomi Islam di bawah kondisi ‘non-ideal” untuk memberikan penerangan kepada umat Islam agar dapat menuju ke kondisi ideal. “Celah ini kiranya bisa menjadi pintu masuk untuk melakukan penelitian dan kajian lebih lanjut,” harapnya.