YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia (PPs FIAI UII) mendorong mahasiswa Program Doktor untuk menyusun desertasi yang membahas Fiqih Keindonesiaan. Selama ini, fiqih yang dijadikan dasar berasal dari Timur Tengah sehingga tidak sesuai dengan kondisi Indonesia.
Demikian ditandaskan Dr Yusdani, Ketua Program Studi Doktor Hukum Islam Indonesia, PPs FIAI UII kepada wartawan di sela-sela Orientasi Akademik bagi mahasiswa baru S2 dan S3 di Yogyakarta, Sabtu (15/9/2018). Semester ganjil tahun ajaran 2018/2019, PPs FIAI UII menerima mahasiswa Program Studi (Prodi) S2 sebanyak 45 orang dan S3 ada 12 mahasiswa.
Ada tiga konsentrasi Prodi S2 yaitu Konsentrasi Ekonomi Islam, Konsentrasi Pendidikan Islam dan Konsentrasi Hukum Islam. Sedang Prodi S3 memiliki Program Doktor Hukum Islam. Sejak didirikan tahun 1997, Prodi S2 telah meluluskan sebanyak 1.194 alumni dan kini tersebar ke seluruh nusantara. Sedang Prodi S3 baru memiliki alumni sebanyak 17 orang.
Lebih lanjut Yusdani mejelaskan kajian Hukum Islam itu sangat luas. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) seharusnya, sudah memiliki hukum Islam ala Indonesia. Hukum Islam yang sesuai dengan kebudayaan dan tradisi Indonesia. Sebetulnya, secara historis sudah digagas oleh Prof Hasbi Assidiqi tahun 1960-an yaitu Fiqih Keindonesiaan.
Lembaga pendidikan Indonesia belum ada yang mengembangkan desertasi doktor tentang Fiqih yang mengkaji keindonesiaan. Padahal Fiqih ini sangat banyak dibutuhkan, karena tradisi Timur Tengah tidak cocok untuk Indonesia. “Kita butuh Fiqih yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Ada yang disebut Fiqih Indonesia, Fiqih Nusantara,” kata Yusdani.
Orientasi Akademik
Setiap semester ganjil atau genap PPs FIAI UII selalu mengadakan orientasi bagi mahasiswa. Orientasi akademik adalah membekali mahasiswa baru S2 dan S3 pengetahuan supaya lancar dalam perkuliahan dan cepat selesai. Mahasiswa baru juga mendapat penjelasan tentang kurikulum, aturan perkuliahan, dan tugas-tugas yang harus diselesaikan.
Orientasi akademik, jelas Yusdani, merupakan salah satu bentuk layanan atau apresiasi Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia (FIAI UII) kepada mahasiswa. “Jangan sampai kita membiarkan mahasiswa tidak cepat selesai. Lembaga ini memfasilitasi mereka agar cepat selesai dengan nilai yang bagus,” katanya.
PPs FIAI memiliki pedoman yaitu tesis dan desertasi baik adalah yang selesai. Artinya, mahasiswa sering keasyikan menulis dan penginnya tulisannya sempurna sehingga banyak perubahan di sana-sini. Akibatnya, tesis atau desertasi tidak selesai-selesai karena seringnya ada perubahan.
Menurut Yusdani, menulis tesis dan desertasi harus mempunyai target waktu. Kuliah di S3 sudah ada target waktu yang jelas. Karena itu, lembaga ini jangan sampai menumpuk mahasiswa yang tidak selesai itu. Dampaknya, bisa berpengaruh terhadap daya tampung Prodi dan akreditasi institusi. “Kita selalu mengharapkan agar mahasiswa selesai tepat waktu, sesuai tahapan atau prosedural serta tidak boleh melanggar rambu-rambu seperti plagiasi,” harapnya.
PPs FIAI menetapkan larangan plagiasi bagi tesis dan desertasi mahasiswanya. Penerapannya, ketika tesis atau desertasi akan diujikan selalu dicek kandungan plagiasi. “Tingkat plagiasi yang bisa ditolelir sebesar 20 persen, baik desertasi maupun tesis. Pengecekan plagiasi ini sangat penting karena saat ini terbuka di dunia maya. Lebih dari 20 persen plagiasinya, harus diperbaiki. Ini sudah berjalan kurang lebih satu tahun,” katanya.