YOGYAKARTA – Pusat Studi Sosial Asia Tenggara (PSSAT) Universitas Gadjah Mada (UGM) menjadi pelopor Pusat Unggulan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Perguruan Tinggi (PUIPT) di bidang ilmu sosial. PUIPT Sosial diharapkan dapat menghasilkan kebijakan-kebijakan pemerintah yang dapat mensejahterakan masyarakat.
Demikian diungkapkan Dr Totok Prasetyo B.Eng MT, Direktur Jendral Kelembagaan Kementerian Riset, Teknologi dan Perguruan Tinggi pada konferensi The 3th International Indonesian Forum on Asian Studies Conference di Yogyakarta, Rabu (8/2/2017). Konferensi dihadiri 383 peserta dari Indonesia, Filipina, Jepang, India, Amerika Serikat, Australia, Taiwan, Belanda, Malaysia, Inggris, dan Myanmar. Sedang makalah yang dipresentasikan sebanyak 295 judul yang ditulis 472 peneliti.
Lebih lanjut Totok mengatakan Kemenristekdikti memiliki 20 PUIPT di perguruan tinggi Indonesia. Satu-satunya yang ada kajian sosialnya di Pusat Studi Sosial Asia Tenggara (PSSAT). “Jadi PSSAT menjadi pioneer PUIPT sosial,” kata Totok kepada jogpaper.net di sela-sela konferensi yang bertema Borderless Communities and Nations with Borders : Challangese of Globalization.
Setiap PUIPT, kata Totok, diharapkan dapat menghasilkan dua doktor setiap tahunnya. Karena itu, PSSAT harus bekerjasama dengan semua perguruan tinggi yang ada tentang Asia Tenggara. “PUIPT itu berkembang dari pusat-pusat penelitian mulai dari penelitian akademik, penelitian inovatif, pusat unggulan, hingga science of technopark,” katanya.
Untuk mendukung keberadaan PUIPT pemerintah melalui Kemenristekdikti mendorong munculnya banyak hasil riset di bidang ilmu sosial dan budaya. Sebab selama ini PUIPT masih didominasi bidang eksakta, sedang bidang sosial baru PSSAT di UGM.
Totok mengatakan pihaknya berencana mengucurkan dana hibah penelitian bidang ilmu sosial yang ditujukan tidak hanya di kalangan dosen, peneliti namun juga para mahasiswa. Ia pun mendorong anak-anak muda yang tengah menempuh pendidikan untuk berkompetisi mendapatkan hibah penelitian tersebut. “Kita mendorong anak muda kreatif lebih banyak melakukan penelitian soaial. Kita tahu, sekitar 65 persen mahasiswa mengambil kuliah di bidang ilmu sosial. Hanya 35 persen bidang sains,” katanya.
Penulis : Heri Purwata