YOGYAKARTA — Mahasiswa Program Pascasarjana Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia (FTI UII), Rahadian Kurniawan SKom, MKom berhasil mengembangkan Permainan untuk Komunikasi Autis (PUKA). Yaitu permainan yang dikembangkan berdasarkan model pembelajaran Picture Exchange Community System (PECS) yang menggunakan gambar sebagai media komunikasi anak autis.
Dijelaskan Izzati Muhimmah, PhD, Kepala Pusat Studi Informatika Medis Magister Teknik Informatika (PSIMed) FTI UII, permainan yang dikembangkan Rahadian ini terdiri dari enam fase, di mana setiap fase anak dikenalkan tahapan untuk berkomunikasi.
“Mulai dari mengenal benda-benda yang ada di lingkungannya, menyusun kata dan frase, sampai menyusun kalimat untuk berkomunikasi. Permainan ini telah diujikan pada kelompok siswa Autis non verbal berusia 11 tahun ke atas. Dan, respon siswa terhadap permainan in ipositif. Game ini dapat diunduh melalui: http://psimed.fit.uii.ac.id/project/,” kata Izzati kepada wartawan di Yogyakarta, Rabu (19/7/2017).
Lebih lanjut Izzati menjelaskan aplikasi berbasis Android ini merupakan ikhtiar untuk membantu guru dan orang tua dalam memberikan variasi model pembelajaran keterampilan interaksi sosial yang lebih aktif di kelas memanfaatkan permainan digital. Selain itu, kegiatan ini juga berupaya untuk memberikan edukasi mengenai konten dalam permainan digital yang boleh maupun tidak bagi orang tua siswa, sekaligus membekali mereka kakas pembelajaran berupa permainan digital yang dapat digunakan untuk melatih keterampilan anak autis di rumah.
“Melalui permainan digital ini diharapkan dapat mensinergikan proses pembelajaran keterampilan interaksi sosial dan bina diri yang aktif di rumah maupun di sekolah,” tandas Izzati.
Selama ini, kata Izzati, permasalahan pembelajaran pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), khususnya autis banyak dan cukup kompleks. Salah satu keterampilan yang harus dimiliki oleh setiap orang adalah keterampilan berinteraksi secara sosial dan binadiri, tidak terkecuali pada anak autis. Siswa autis memiliki kecenderungan sulit untuk dapat berinteraksi secara sosial. Proses pembelajaran ini perlu pendampingan yang lama dan mesti dilakukan dengan penuh sabar untuk mencapai target kemandirian siswa.
PUKA ini sudah diujicobakan pada Sekolah Luar Biasa (SLB) Autis yaitu Fajar Nugraha dan Dian Amanah. Selama ini, di dua sekolah ini media pembelajaran keterampilan interaksi sosial dan bina diri menggunakan buku. Namun jumlahnya masih sangat terbatas sehingga dibutuhkan permainan yang mudah dimengerti dan bisa menciptakan pengalaman dalam berinteraksi serta belajar terasa lebih menyenangkan.
“Media permainan digital mendukung siswa untuk mengatur kecepatan belajar sesuai dengan kemampuannya dan merangsang untuk mengetahui lebih jauh lagi,” kata Izzati.