PWI DIY Perkuat Pers Jadi Rujukan Utama Memverifikasi Informasi

Narasumber dalam acara Ngobrol Bareng Polda DIY di Aula Kantor PWI DIY. (foto : heri purwata)
Narasumber dalam acara Ngobrol Bareng Polda DIY di Aula Kantor PWI DIY. (foto : heri purwata)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) DIY terus memperkuat Pers (media mainstream) menjadi rujukan masyarakat dalam mendapatkan informasi atau berita yang akurat dan dapat dipertanggung jawabkan. Hal ini sangat penting dilakukan di tengah banyaknya informasi yang beredar di media sosial (Medsos). Karena itu, wartawan (insan pers) dituntut istiqomah dalam mempertahankan keprofesionalannya saat menjalankan setiap tugas jurnalistiknya.

“Wartawan yang profesional itu menyajikan informasi, bukan saja akurat dan berimbang tapi ada manfaat atau bermanfaat bagi masyarakat. Poin ini yang harus terus dikedepankan wartawan ketika bekerja untuk kepentingan publik,” terang Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) DIY, Hudono SH dalam acara Ngobrol Bareng Polda DIY di Aula Kantor PWI DIY, Jalan Gambiran Yogyakarta, Selasa (18/2/2025).

Bacaan Lainnya

Kegiatan bertema ‘Sinergitas dan Peran Pers Mengawal Pemerintahan Baru di DIY’ diselenggarakan PWI DIY berkolaborasi dengan Polda DIY dan stakeholders sebagai rangkaian kegiatan peringatan Hari Pers Nasional (HPN) tahun 2025 di DIY. Acara Ngobrol Bareng Polda DIY menghadirkan tiga narasumber yaitu Kapolda DIY Irjen Pol Suwondo Nainggolan, Ketua DPRD DIY Nuryadi dan Ketua PWI DIY Hudono dipandu moderator Ribut Raharjo (Pemred Tribun Jogja).

Acara diikuti pengurus PWI DIY dan Ikatan Keluarga Wartawan Indonesia (IKWI) DIY serta wartawan se DIY. Turut hadir Ketua IKWI DIY Hj Sri Surya Widati dan stakeholders Dinas Kominfo provinsi/kabupaten/kota se DIY. Acara ditutup dengan pembacaan Deklarasi ‘PWI DIY untuk Jogja Damai’ oleh Ketua PWI DIY Hudono.

Menurut Hudono, anggota PWI DIY adalah wartawan profesional yang telah melalui jenjang verifikasi profesi wartawan (muda, madya, utama). Ia juga mendorong para wartawan yang belum mengikuti uji kompetensi wartawan agar segera mengikutinya, sehingga setelah dinyatakan lulus akan mendapatkan sertifikat kompetensi sebagai wartawan profesional.

“Sekarang masyarakat semakin kritis, tidak hanya saat membaca berita, tapi juga kritis apakah si wartawan yang hendak mewawancarai sudah kompeten/profesional atau belum. Kita (PWI DIY) terus berproses mendorong agar semua wartawan profesional. Memang tidak mudah, tapi setidaknya ada itikad mengarah ke sana,” kata Hudono.

Kapolda DIY mengatakan peran pers (media mainstream) sangat penting sebagai rujukan bagi masyarakat melakukan verifikasi ketika mendapat berita atau informasi dari media sosial, untuk memastikan kebenaran sebuah berita. “Maka kami (Polda DIY) sebagai salah satu sumber berita perlu bekerja sama dengan PWI DIY dan pihak-pihak terkait lainnya yang kompeten dalam rangka memberikan pemberitahuan atau penerangan kepada masyarakat,” kata Suwondo.

Menurut Kapolda, informasi/berita hoaks yang beredar di media sosial sangatlah berbahaya. Jika informasi salah/bohong terus disebarkan berulang kali, kemudian viral, bukan tidak mungkin akan dianggap kebenaran oleh masyarakat. Hal itu berpotensi mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

“Oleh karena itu Polda DIY berkolaborasi dengan pihak-pihak terkait sedang membuat konsep/sistem pengawasan untuk menguji kebenaran informasi di Medsos dengan media mainstream. Sehingga diharapkan media mainstream ini akan menjadi rujukan. Nah kita memulai itu, dengan begitu Yogyakarta akan memandu dan menjadi rujukan di Indonesia,” katanya

Sedangkan Nuryadi berharap kepada pers/media yang telah terverifikasi dan para wartawan profesional untuk terus memberikan pencerahan kepada masyarakat. Pasalnya, banyak berita-berita yang diproduksi oleh media abal-abal yang dipertanyakan kebenarannya, dan masyarakat banyak yang belum tahu ke mana untuk mengkroscek kebenarannya.

“Saya berharap PWI DIY dan wartawan profesional yang ada di DIY terus menyajikan berita-berita yang benar sehingga bisa meluruskan informasi salah yang beredar di Medsos. Sehingga media mainstream menjadi rujukan masyarakat,” kata Nuryadi. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *