Rektor UII Ajak Wisudawan/wati Selalu Tinggalkan Jejak Terbaik

Rektor UII menyerahkan ijazah kepada wisudawati. (foto : istimewa)
Rektor UII menyerahkan ijazah kepada wisudawati. (foto : istimewa)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Fathul Wahid mengajak wisudawan-wisudawati untuk selalu meninggalkan jejak terbaik dalam menapaki kehidupan. Sebab kerja dengan sepenuh hati, meskipun hasilnya belum seperti yang diharapkan, namun tidak akan menimbulkan penyesalan. Kerja manusia tidak hanya dicatat ujungnya, tetapi juga kualitas prosesnya.

Fathul Wahid mengemukakan hal tersebut pada wisuda Doktor, Magister, Sarjana, dan Diploma, Periode VI Tahun Akademik 2023/2024 di Kampus Terpadu UII, Yogyakarta, Sabtu-Ahad (27-28/7/2024). Periode ini, UII mewisuda sebanyak 970 lulusan yang terdiri dua doktor, 78 magister, 18 sarjana terapan, 868 sarjana dan empat ahli madya.

Bacaan Lainnya

Sedang pada hari ke dua wisuda, Ahad (28/7/2024), ada beberapa program studi (Prodi) baru di lingkungan UII yang pertama kali mewisuda lulusannya. Prodi tersebut adalah Prodi Bisnis Digital Program Sarjana Terapan tiga wisudawan, Prodi Akuntansi Perpajakan Program Sarjana Terapan 13 wisudawan, Prodi Analisis Keuangan Program Sarjana Terapan dua wisudawan, dan Prodi Teknik Lingkungan Program Magister satu wisudawan.

Sejak berdiri sampai hari ini, UII sudah meluluskan lebih dari 127.042 alumni. Mereka sudah menunaikan beragam peran, di negeri yang jauh, maupun di daerah yang dekat.

Lebih lanjut Fathul Wahid mengajak wisudawan untuk melakukan refleksi singkat tentang arti penting meninggalkan jejak. Setiap dari manusia pasti memainkan peran, kadang tunggal dan tak jarang berganda, beragam peran dimainkan di waktu yang sama.

Apapun peran itu, baik di ruang publik maupun wilayah privat, pastikan kita selalu berikhtiar untuk memberikan yang terbaik. Memang kadang, tidak semua harapan akhirnya mewujud, karena beragam faktor yang terlibat.

“Tetapi, saya termasuk yang percaya bahwa kerja dengan sepenuh hati, meski hasilnya belum seperti yang diharapkan, tidak akan menimbulkan penyesalan. Kerja manusia tidak hanya dicatat ujungnya, tetapi juga kualitas prosesnya,” kata Fathul.

Menurut Fathul, proses meninggalkan jejak terbaik harus menjadi perhatian setiap saat. Tanpa perhatian penuh, semua orang bisa terjebak pada angan-angan tinggi, yang tak jarang menjauhkan kita dari melakukan ikhtiar yang seharusnya. “Apa yang dilakukan oleh para koruptor, misalnya, juga karena ini. Mereka mengangankan menjadi kaya, tetapi tidak mau melalui tangga kerja keras, dan akhirnya mengabaikan etika dan melanggar hak liyan,” kata Fathul.

Kata Fathul, keseriuan dalam mengerjakan setiap peran juga yang akan diingat oleh orang lain. Sebagai manusia biasa yang tidak kalis kesalahan, jangan heran jika orang lain akan mengingat yang paling terbaru atau yang terakhir. “Kita selalu berdoa kepada Allah supaya mendapat akhir terbaik, husnul khatimah,” kata Fathul.

Fathul menambahkan konsistensi dalam proses sejatinya merupakan ikhtiar ke sana. Jika orang selalu menebar kebaikan, insyaallah akan diwafatkan dalam kondisi serupa. Begitu juga sebaliknya. Kita berharap kebiasaan yang baik akan terbawa sampai akhir hayat.

“Itulah mengapa, dalam tradisi Nahdlatul Ulama, yang diperingati dari seorang muslim yang sudah wafat adalah hari kematian, dan bukan hari kelahirannya. Berbeda dengan Nabi Muhammad saw. yang diperingati hari lahirnya. Rasulullah sejak lahir bersifat maksum yang terjaga dari berbuat maksiat,” katanya.

Berbuat baik, kata Fathul, untuk meninggalkan jejak juga tidak terbatas ruang dan waktu. Di mana pun, kapan pun. Tidak perlu menunggu orang lain melakukan hal serupa. Ibrah atau pelajaran yang diberikan oleh Allah Swt. dalam surat An-Nahl ayat 66 sangat menarik untuk direnungkan. Ayat tersebut berarti:

“Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minum daripada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara kotoran dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya.” (QS An-Nahl 66)

“Kita harus terus berikhtiar secara konsisten menjadi susu, meski kita dikelilingi darah dan kotoran. Adagium yang mengajak kita menjadi tidak waras supaya kebagian (saiki zaman edan, yen ora edan, ora keduman), harus dilupakan. Jika kita ikuti adagium ini, maka kita akan berubah menjadi kotoran,” tamdas Fathul.

Konfirmasi dari orang lain memang kadang diperlukan, tetapi tidak selalu. Allah Swt. juga akan menjadi saksi yang tidak akan melewatkan hal terkecil sekalipun. Perintah Allah Swt. dalam surat At-Taubah ayat 1-5, menegaskan.

“Dan katakanlah, ‘Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.’” (QS At-Taubah 105)

Karena itu, Fathul mengajak semua wisudawan untuk selalu bersyukur atas semua kebaikan yang sudah diterima. Seorang muslim tak akan pernah sanggup menghitung nikmat yang diberikan Allah Swt kepada seseorang, baik langsung maupun melalui perantara orang lain.

“Tetaplah kita berikhtiar menjadi hamba yang taat. Selain itu, bergaullah dengan orang lain dengan baik. Sampaikan terima kasih kepada orang tua dan mereka yang pernah bertemu dalam lintasan hidup Saudara, termasuk para guru, kerabat, dan sahabat. Mereka semua mempunyai andil dalam mengantarkan Saudara sampai pada kondisi saat ini. Pandai bersyukur dan berterima kasih merupakan kecapakan yang harus selalu diasah,” katanya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *