YOGYAKARTA — Deputi Penempatan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Ir Agusdin Subiantoro mengatakan rendah kompetensi tenaga kerja kesehatan berbahasa asing. Hal ini merupakan salah satu dari empat kendala bagi tenaga kesehatan yang akan bekerja di luar negeri. Sehingga pemerintah Indonesia tidak dapat memenuhi permintaan yang banyak terhadap tenaga kesehatan di luar negeri.
Agusdin mengungkapkan hal itu pada ‘Sosialisasi Peluang Kerja ke Luar Negeri Sektor Kesehatan dan Migrasi Secara Aman’ di Kampus Universitas Alma Ata (UAA) Yogyakarta, Kamis (8/12/2016). Sosialisasi dihadiri dr Andung Prihadi Santoso MKes, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta (Disnakertrans DIY); Suparjo SH, Kepala BP3TKI DIY; Prof Dr Hamam Hadi MS ScD SpGK, Rektor UAA.
Sosialisasi diikuti perawat dari berbagai institusi kesehatan (keperawatan) yang ada di Yogyakarta.Di antaranya, Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Universitas Aisyiyah (Unisa), YAKKUM Bethesda dan lain-lain.
Lebih lanjut Agusdin mengatakan empat kendala yang dihadapi pemerintah dalam pengiriman tenaga kerja kesehatan ke luar negeri. Pertama, rendahnya kompetensi berbahasa asing yang dikuasi tenaga kesehatan dari Indonesia. Kedua, adaptasi budaya yang perlu dipahami antara budaya tenaga kesehatan Indonesia dan budaya negara tujuan. Ketiga, permasalahan perolehan surat tanda registrasi (STR) di Indonesia. Keempat, kurangnya pengalaman kerja yang menetapkan minimal dua tahun calon tenaga kesehatan.
Sedang Kepala Disnakertrans DIY , dr Andung menyatakan pengangguran yang berpendidikan perguruan tinggi di DIY sebanyak 18 persen. Karena itu, penempatan tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri diarahkan untuk tenaga profesional yaitu lulusan perguruan tinggi atau asosiasi profesi.
Kepala BP3TKI DIY, Suparjo SH menyatakan peluang tenaga kerja Indonesia, khususnya perawat, ke luar negeri sangat terbuka lebar. Hal ini terlilihat dari demand dan supply tidak seimbang.
Kesempatan ini, kata Suparjo, banyak digunakan agen-agen penyalur tenaga kerja nakal. Para agen merekrut tenaga kerja yang ingin bekerja di luar negeri dan dipungut beaya, sedangkan keberangkatanya masih ditangguhkan. Karena itu, Suparjo mengimbau agar tenaga kesehatan yang ingin bekerja diluar negeri menggunakan jalur aman, yaitu Disnakertrans dan BP3TKI.
Sementara Rektor UAA, Prof Hamam Hadi mengungkapkan UAA terus berupaya untuk memperbaiki diri agar menjadi perguruan tinggi yang tangguh dan menghasilkan lulusan yang siap bersaing di tingkat global. Salah satu upayanya, UAA menjadi pelopor penerapan sistem pembelajaran baru, di antaranya, clinical exposure dan student center learning (SCL). Sistem pembelajaran ini diterapkan agar mahasiswa memiliki cara berfikir kritis dan lebih mandiri. “UAA juga telah menerapkan program internasional yang bertujuan untuk memenuhi tenaga kerja global, bukan lokal,” kata Hamam.
Penulis : Heri Purwata