YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Universitas Islam Indonesia (UII) menyambut 21 dosen bergelar doktor di Ruang Sidang Datar Gedung Prof Dr Sardjito Lantai 2, Kampus Terpadu UII Jalan Kaliurang Km 14,5 Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Selasa (17/12/2024). Saat ini dosen UII berjumlah 838 orang dengan dosen berpendidikan S3 sejumlah 276 orang atau 33%. Tahun 2024 terdapat 191 peserta karyasiswa aktif yang masih menyelesaikan studi.
Rektor UII, Fathul Wahid menjelaskan proporsi dosen berpendidikan doktor sebesar 33% di UII, jauh melebihi proporsi nasional yang baru sekitar 22% (66.093 dari 295.675; data 2023). Apalagi jika dibandingkan dengan proporsi hanya di perguruan tinggi swasta nasional, yang baru mencapai 16% (25.152 dari 161.764). Proporsi di semua perguruan tinggi di bawah LLDikti Wilayah V Yogyakarta juga baru sekitar 23% (1.643 dari 7.058).
“Tentu ini pencapaian kolektif yang harus kita syukuri. Para dosen bergelar doktor secara inheren mempunyai tanggung jawab yang semakin tinggi. Modal kapabilitas akademik semakin kuat untuk mengabdi,” kata Fathul Wahid.
Lebih lanjut, Fathul mengatakan menjadi doktor merupakan karunia, karena menjadi kalangan elite negeri ini. Pada Juni 2021, misalnya, data Direktorat Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, dari 272,23 juta penduduk Indonesia,hanya sebanyak 59.197 ribu jiwa atau 0,02% yang berpendidikan doktor.
“Saya berharap, hal ini bisa menjadi pemantik kesadaran kolektif bahwa sebagai doktor mempunyai beragam tanggung jawab, termasuk dalam pengembangan ilmu pengetahuan, peningkatan kualitas pendidikan, peningkatan pengabdian kepada masyarakat, dan menyiapkan diri menjadi pemimpin pemikiran (thought leaders),” kata Fathul.
Fathul menambahkan, doktor sebagai pemimpin pemikiran, diharapkan terus memberikan gagasan dan inovasi dengan menyampaikan ide-ide baru, pemikiran kritis, dan solusi
kreatif terhadap berbagai permasalahan. Selain itu, doktor menjadi sumber inspirasi dengan menjadi panutan yang menginspirasi orang lain melalui pemikiran, tindakan, dan integritas moral.
Doktor, kata Fathul, juga dituntut untuk menggerakkan perubahan yang mendorong transformasi positif di masyarakat, institusi, atau industri dengan pemikiran yang visioner. Kemudian, membimbing diskusi publik dengan memimpin wacana publik yang konstruktif untuk menghasilkan pemahaman dan solusi yang lebih baik. Serta menjembatani ilmu dan praktik dengan menghubungkan teori, penelitian, dan penerapannya dalam kehidupan nyata untuk mencapai dampak yang signifikan.
“Tentu saya paham akan sangat menantang. Apalagi di tengah beban lain yang seakan sudah berjibun. Tetapi saya termasuk yang percaya, dengan strategi tertentu, akan ditemukan titik keseimbangan baru yang bisa mengoptimalkan kontribusi tanpa mengabaikan tanggung jawab yang lain,” katanya.
Sementara Ike Agustina, SPsi, MPsi, Psi, Direktur Sumber Daya Manusia/Sekolah Kepemimpinan UII mengatakan tahun 2024, lulusan doktor terbanyak di UII berasal dari Fakultas Teknologi Industri (FTI) dengan jumlah delapan orang dosen. Disusul Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) sebanyak empat dosen, serta Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) dan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) masing-masing meluluskan tiga orang. Sedang Fakultas Bisnis dan Ekonomika (FBE), Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI), dan Fakultas Kedokteran (FK) masing-masing meluluskan satu orang doktor.
Periode ini, kata Ike Agustina, sebanyak 62 persen atau 13 dosen UII peserta karyasiswa berhasil meraih gelar doktor dengan beasiswa dari lembaga di luar UII. Beasiswa tersebut berasal dari lembaga pemerintah untuk pendanaan studi di dalam maupun luar negeri, serta dari perguruan tinggi tempat melanjutkan studi. Sementara itu, 5 persen atau satu lulusan menyelesaikan studi dengan menggunakan beasiswa penuh dari UII dan 33% (7 lulusan) menyelesaikan studi dengan biaya mandiri.
Kata Ike, bertambahnya doktor baru ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kualitas akademik dan riset. Kehadiran dosen bergelar doktor ini akan memperkuat budaya riset dan pengajaran berbasis pada solusi yang relevan dengan kebutuhan masyarakat. “Selain meningkatkan kapasitas pendidikan di kampus, kepakaran para doktor baru ini diharapkan juga mampu menjadi motor penggerak inovasi di berbagai bidang,” kata Ike. (*)