YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Saat ini sudah saatnya menerapkan notaris syariah agar perjanjian utang piutang sesuai dengan Alquran dan Hadist. Selama ini hampir semua orang yang berhutang tidak mengimlakan atau membaca sendiri dan memahami apa yang ditulis notaris.
Hal itu dikemukakan Drs Syamsul Hadi MS Ak, Dosen Fakultas Bisnis dan Ekonomika UII, Yogyakarta pada Webinar Nasional “Notariat Syariah, Peluang & Tantangan di Indonesia” Sabtu (10/4/2021). Webinar ini diselenggarakan Program Studi Magister Ilmu Agama Islam (Prodi MIAI) dan Prodi Doktor Hukum Islam (DHI), serta Forum Mahasiswa Prodi DHI, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia (FIAI UII). Sedang moderator Januariansyah Arfaizar, SHI, ME, Ketua Forum Mahasiswa Prodi Hukum Islam Program Doktor FIAI UII, Yogyakarta.
Dijelaskan Syamsul Hadi, pedoman menerapkan notariat syariah ada pada Surat Al Baqarah ayat 282. Ayat tersebut berbunyi, ‘Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menulis dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkan, maka hendaklah ia menulis dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakan (apa yang akan ditulis itu) , dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikit pun dari pada utangnya.’
Ayat tersebut sangat berhubungan dengan akad utang piutang, perjanjian utang piutang. Ini berkaitan erat dengan perjanjian utang piutang notariat. “Saya kira ayat ini yang dijadikan dasar notariat syariah. Saya kira tidak perlu menunggu undang-undangnya. Sampai sekarang belum ada undang-undang akuntasi syariah. Tetapi ilmu syariahnya sudah berkembang dan banyak yang meneliti,” kata Syamsul Hadi.
Menurut Syamsul Hadi, hal ini yang perlu dikembangkan. Sebab urusan syariah sangat besar dampaknya di akherat. Karena itu dalam bernotariat harus berdasarkan pada Alquran dan Hadist. Sebab dalam dalam Alquran dan Hadist sudah jelas menulis tentang utang piutang.
“Dalam ayat ini sudah jelas disebutkan bahwa hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakan apa yang akan ditulis. Apakah ada perjanjian notariat yang orang berutang mengimlakan utangnya? Saya kira tidak ada. Semua akta notaris di bisnis syariah hampir semua tidak ada yang berutang mengimplakan. Maksimum, notaris hanya membacakan akta,” katanya.
Beradarkan kajian ayat tersebut, Syamsul Hadi mengharapkan agar perlu menata ulang bagaimana hidup dan kehidupan di notaris atau notariat. Paling tidak ada kajian-kajiannya terlebih dahulu. “Jika orang yang berutang itu orang lemah akalnya atau lemah keadaanya, atau dia sendiri tidak mampu mengimlakan maka hendaknya walinya mengimlakan dengan jujur,” kata Syamsul Hadi.
Berdasarkan pengamatannya, posisi notaris merupakan penulis atau pencatat perjanjian. Padahal berdasarkan Surat Al Baqarah ayat 282, perjanjian itu harus walinya. Sehingga praktek notariat saat ini belum sempurna karena tidak ada wali.
Ayatnya berbunyi : ‘Dan persaksianlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (diantaramu). Jika tidak ada dua orang lelaki, maka boleh seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhoi, supaya jika seorang lupa yang seorang mengingatkan.’
“Kalau yang berutang mampu akan membaca sendiri apa yang akan diimlakan dan tidak dibacakan notaris. Praktek selama ini orang yang berutang itu dianggap tidak mampu sehingga notaris yang membacakannya,” katanya.
Dalam praktek, kata Syamsul, perintah ayat ini agak berat. Kalau ke notaris konvensional, berdasarkan pengalaman saya belum pernah menemui saksi. Saksi itu biasanya pegawai notaris. Padahal pegawai notaris (penulis) adalah bagian dari notaris. Padahal tuntutan Alquran jelas dua orang saksi yang dimaksud adalah dua orang laki-laki di antara kamu. Jadi bukan penulis, dan bukan para pihak.
“Saksi itu bukan penulis, bukan yang berhutang, bukan yang berpiutang. Jadi orang lain. Padahal dalam praktek, dan saya belum pernah menemui, saksinya bukan pegawai notaris,” tandasnya.
Sementara Ketua Prodi DHI FIAI UII, Dr Yusdani MAg mengatakan Notariat Syariah merupakan persoalan keilmuan. Di tengah-tengah ekonomi Islam yang sedang booming, tidak ada yang memperkarakan Notariat Syariah.
“Saya sangat mengapresiasi seminar ini sebagai wadah untuk memperluas wawacana perlunya mengembangkan notariat syariah. Paling tidak kita mendiskusikan terlebih dahulu sebelum membicarakanya lebih lanjut. Tidak tertutup kemungkinan ke depan, kita akan membuka konsentrasi Notariat Syariah atau Prodi yang berdiri sendiri. Kita alirannya optimis, bukan pesimis,” tandas Yusdani.