YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Hanindya Kusuma Artati, ST, MT meraih gelar doktor setelah berhasil mempertahankan desertasi di hadapan tim penguji di Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia (FTSP UII), Selasa (23/1/2023). Hanindya Kusuma Artati menjadi doktor kedua yang dihasilkan Program Studi Doktor Teknik Sipil Universitas Islam Indonesia.
Likuifaksi merupakan suatu fenomena yang disebabkan adanya gempa bumi dan terjadi pada tanah berpasir. “Peristiwa likuifaksi ini penting untuk perencanaan bangunan,” kata Hanindya Kusuma Artati kepada wartawan di Kampus FTSP UII.
Hanindya Kusuma Artati mengangkat desertasi berjudul ‘Potensi Likuefaksi Menggunakan Pendekatan State Parameter Berdasarkan Percepatan Maksimum Permukaan Tanah akibat Gempa Hasil Codes, Deterministic and Probabilistic Seismic Hazard Analysis (Studi Kasus : Gempa Palu, Sulawesi Tengah M 7.4, 28 September 2018).’
Tim Penguji terdiri Rektor UII, Prof Fathul Wahid ST, MSc, PhD; Promotor, Prof Ir Widodo, MSCE, PhD dari Universitas Islam Indonesia; Co Promotor, Prof Ir Paulus Pramono Rahardjo, MSCE, PhD dari Universitas Katolik Parahyangan, dan Dr Ir Lalu Makrup, MT dari Universitas Islam Indonesia; Penguji, Prof Dr Ir Ramli Nazir dari Universitas Teknologi Malaysia; Prof Ir T Faisal Fathani, ST, MT, PhD, IPU, ASEAN Eng dari Universitas Gajah Mada, dan Ir Yunalia Muntafi, ST, MT, PhD (Eng), IPM dari Universitas Islam Indonesia.
Lebih lanjut Hanindya Kusuma Artati menjelaskan negara Indonesia memiliki empat potong plat yaitu Plat Eurasia, Plat Indo-Australia, Plat Pasifik, dan Plat Philipine. “Akibat pertemuan plat yang saling bertumbukan menyebabkan terjadinya getaran gelombang, getaran gelombang inilah yang dirambatkan hingga ke permukaan yang sering kita sebut sebagai gempa bumi,” kata Hanindya yang juga dosen Prodi Teknik Sipil FTSP UII ini.
Menurut Hanindya, sangat penting untuk mengetahui fenomena yang terjadi setelah gempa, salah satunya, fenomena likuefaksi. Peristiwa ini pernah terjadi di Palu, Sulawesi Tengah dan peristiwa tersebut menjadi studi kasus desertasinya.
Kami mencoba mencari bagaimana dapat menganalisa likuefaksi ini agar dapat diperoleh dengan lebih akurat dan teliti, khususnya untuk perencanaan pembangunan gedung. Kami mencoba menganalisa perambatan dari batuan dasar ke permukaan hingga gempa dirasakan masyarakat.
Proses perambatan, saya menggunakan probality analisis sehingga ditemukan percepatan maksimum kegempaan. Kecepatan maksimum kegempaan ini akan digunakan untuk melihat potensi likuefaksi, serta melihat perilaku dari tanah terhadap getaran gempa.
“Saya menggunakan state parameter. Jadi dari perilaku tanah, kita bisa tahu apakah tanah itu bersifat kontraktif atau dilatif. Maksudnya tanah tersebut rentan terhadap likuifaksi atau tidak. Sehingga bangunan itu harus ada penyesuaian agar kuat bila terjadi likuefaksi,” tandasnya. (*)