Temuan Mahasiswa Magister Informatika UII, WhatsApp Mod Persulit Tugas Penyidik

Dr Yudi Prayudi, Dosen Jurusan Informatika, Kepala di Pusat Studi Forensika Digital (PUSFID) FTI UII dan Dosen Pembimbing Hanifah Mardhatillah. (foto : istimewa)
Dr Yudi Prayudi, Dosen Jurusan Informatika, Kepala di Pusat Studi Forensika Digital (PUSFID) FTI UII dan Dosen Pembimbing Hanifah Mardhatillah. (foto : istimewa)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Mahasiswa Magister Informatika Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia (FTI UII), Hanifah Mardhatillah menemukan WhatsApp Mod, khususnya voice note dapat mempersulit tugas penyidik. Sebab fitur ini dapat memanipulasi suara asli pengguna menjadi suara yang sangat berbeda, seperti suara robot, bayi, remaja, hingga orang mabuk.

Temuan tersebut tertuang dalam tesis Hanifah berjudul ‘Anti-Forensik Voice Note Menggunakan WhatsApp Mod.’ Tesis tersebut berada di bawah bimbingan Dr Yudi Prayudi, M Kom, Dosen Jurusan Informatika dan Kepala di Pusat Studi Forensika Digital (PUSFID) FTI UII.

Bacaan Lainnya

“Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa fitur voice note pada WhatsApp Mod merupakan salah satu alat anti-forensik yang efektif. Sehingga dapat mempersulit penyidik dalam melakukan penyelidikan,” kata Hanifah di Yogyakarta, Selasa (17/9/2024).

Hanifah menjelaskan WhatsApp merupakan salah satu aplikasi pesan instan paling populer dan digunakan dua miliar pengguna aktif di seluruh dunia. Namun, seiring berjalannya waktu, muncul berbagai modifikasi aplikasi WhatsApp (WhatsApp Mod) yang menawarkan fitur tambahan yang tidak tersedia di aplikasi resmi.

WhatsApp Mod, kata Hanifah, adalah versi modifikasi dari aplikasi WhatsApp resmi yang dikembangkan pihak ketiga. Aplikasi ini menawarkan fitur tambahan yang tidak ada di aplikasi resmi, seperti pengaturan privasi yang lebih ketat, tema yang dapat disesuaikan, dan tentu saja, fitur pengubah suara di dalam pesan suara. Pengguna dapat dengan mudah mengunduh WhatsApp Mod dari internet, meskipun aplikasi ini tidak tersedia di toko aplikasi resmi seperti Google Play atau App Store.

Salah satu fitur yang paling menarik perhatian adalah kemampuannya untuk mengubah suara dalam pesan suara. Fitur ini memungkinkan pengguna untuk mengirimkan pesan suara dengan suara yang diubah secara drastis, baik menjadi suara lebih tinggi atau rendah, ataupun menjadi suara karakter tertentu, seperti suara robot. “Fitur ini tampak menyenangkan, penggunaannya dapat menimbulkan konsekuensi serius ketika dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab,” kata Hanifah.

Lebih lanjut Hanifah menjelaskan Anti-forensik adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan teknik atau metode yang dirancang untuk menghalangi proses penyidikan forensik. Dalam konteks digital, anti-forensik merujuk pada upaya untuk menyembunyikan, menghapus, atau memalsukan bukti digital.

“Teknik ini sering digunakan oleh para pelaku kejahatan untuk menghapus jejak mereka, membuat penyidikan menjadi lebih sulit, atau bahkan membuat bukti yang ditemukan tidak dapat digunakan di pengadilan,” jelas Hanifah.

Hanifah menambahkan, salah satu bentuk anti-forensik yang berkembang di dunia digital saat ini adalah melalui manipulasi rekaman suara. Dengan menggunakan aplikasi seperti WhatsApp Mod, suara asli pengguna dapat diubah menjadi suara yang berbeda, membuatnya sulit diidentifikasi oleh pihak berwenang.

Penggunaan WhatsApp Mod dalam konteks anti-forensik memiliki dampak yang signifikan terhadap proses penyidikan hukum, terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan bukti digital. Dalam proses penyidikan, rekaman suara sering kali menjadi salah satu bukti yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi pelaku atau korban dalam sebuah tindak kejahatan. Namun, ketika suara tersebut dimanipulasi menggunakan WhatsApp Mod, penyidik menghadapi tantangan baru dalam membedakan suara asli dan yang telah dimodifikasi.

Hasil penelitian Hanifah Mardhatillah menunjukkan suara yang dimanipulasi menggunakan WhatsApp Mod memiliki perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan suara asli. Dalam pengujian yang dilakukan, rekaman suara yang diubah menggunakan berbagai versi WhatsApp Mod (seperti FM, Fouad, dan GB) menunjukkan hasil yang tidak identik dengan rekaman suara asli. “Ini membuktikan bahwa aplikasi tersebut dapat berfungsi sebagai alat anti-forensik yang efektif, mempersulit penyidik dalam menentukan keaslian suara,” tandas Hanifah.

Menurut Hanifah, penggunaan WhatsApp Mod dalam konteks anti-forensik memiliki dampak yang signifikan terhadap proses penyidikan hukum, terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan bukti digital. Dalam proses penyidikan, rekaman suara sering kali menjadi salah satu bukti yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi pelaku atau korban dalam sebuah tindak kejahatan.

“Namun, ketika suara tersebut dimanipulasi menggunakan WhatsApp Mod, penyidik menghadapi tantangan baru dalam membedakan suara asli pengguna dan suara yang telah dimodifikasi,” kata Hanifah Mardhatillah.

Untuk menghadapi permasalahan tersebut, Yudi Prayudi memberikan saran kepada penyidik. Saat ini, teknik-teknik audio forensik juga terus berkembang, dan beberapa metode dapat digunakan untuk mendeteksi manipulasi suara.

“Teknik forensik seperti pitch shifting, formant analysis, dan spectrogram digunakan untuk menganalisis pola suara dan membandingkan rekaman yang dimanipulasi dengan suara asli. Proses ini melibatkan analisis detail dari frekuensi suara dan penggunaan perangkat lunak khusus untuk mendeteksi perubahan suara,” kata Yudi Prayudi.

Tahapan audio forensik, saran Yudi Prayudi meliputi akuisisi, penjernihan suara, decoding, dan pengenalan suara. Akuisisi merupakan tahap untuk memastikan bahwa rekaman suara yang diperoleh adalah asli dan belum dimanipulasi.

Kemudian, penjernihan suara merupakan proses yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas rekaman suara, terutama jika terdapat gangguan seperti noise atau distorsi. Selanjutnya, decoding merupakan tahap rekaman suara dianalisis untuk mengidentifikasi elemen-elemen penting seperti intonasi, pitch, dan formant. “Terakhir, pengenalan suara. Tahap terakhir ini adalah di mana rekaman suara dibandingkan dengan suara asli untuk menentukan apakah rekaman tersebut telah dimanipulasi,” jelas Yudi Prayudi.

Langkah berikutnya, kata Yudi Prayudi, meningkatkan kesadaran pengguna WhatsApp Mod terhadap resiko yang akan dihadapinya. Sebab aplikasi ini tidak hanya melanggar kebijakan penggunaan dari WhatsApp, tetapi juga dapat membahayakan data pribadi pengguna. WhatsApp Mod tidak memiliki standar keamanan yang sama dengan aplikasi resmi. Artinya, data pengguna lebih rentan terhadap peretasan atau penyalahgunaan.

“Selain itu, pengguna juga perlu menyadari bahwa menggunakan WhatsApp Mod untuk tujuan manipulasi suara atau tindakan kriminal lainnya dapat memiliki konsekuensi hukum yang serius. Penegak hukum di berbagai negara, termasuk Indonesia, semakin menyadari ancaman yang ditimbulkan oleh aplikasi modifikasi dan mulai mengambil langkah-langkah untuk mengatasi masalah ini,” tandas Yudi Prayudi. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *