YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Tantangan mengelola perguruan tinggi di masa depan semakin berat. Karena itu, seluruh pimpinan mulai dari rektor, dekan, ketua jurusan, sekretaris jurusan, ketua program studi, sekretaris program studi hingga dosen dan tenaga kependidikan wajib bekerjasama dengan baik, menjalin komunikasi yang tulus. Sikap ini akan meminimalisasi potensi kebocoran manajemen yang tidak perlu.
Itulah tips Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Prof Fathul Wahid ST, MSc, PhD mengelola perguruan tinggi yang diungkapkan pada Pelantikan Ketua dan Sekretaris Jurusan UII Periode 2022 – 2026, Senin (1/8/2022). Ada 13 Ketua dan 13 Sekretaris Jurusan yang dilantik Rektor UII.
Tugas Ketua dan Sekretaris Jurusan, kata Fathul Wahid, berkaitan dengan manajemen sumber daya, dengan segala bentuk, termasuk mengorkrestasi program studi yang ada di bawahnya untuk terus maju dan berkembang. “Untuk itu saya memberikan sebuah perspektif, insya Allah membantu kita dalam menjalankan amanah yang dibebankan kepada kita. Sesuatu yang sederhana, tetapi sampai hari ini dan saya percaya itu akan membuat banyak perubahan,” kata Fathul Wahid.
Menurut Fathul, banyak hal besar yang dimulai dari hal-hal kecil yang sering diabaikan. “Betul kita sering egaliter, benar sangat akrab, tetapi itu tidak mengunggurkan kewajiban. Tetap menghormati kolega kita, tidak membatalkan kewajiban kita, untuk tetap menjaga kehormatannya dan lain-lain,” katanya.
Tip pertama, kata Fathul Wahid, membiasakan membuat orang lain merasa bermanfaat. Sebab dengan sikap ini, membuat orang lain akan terus memberi bantuan dan juga terlibat bersama-sama dalam proses mobilisasi sumber daya untuk menjawab tantangan yang semakin berat ke depan.
“Banyak hal yang dapat kita lakukan. Misalnya, kita mengetahui kekuatan kolega-kolega kita, dan kita berikan forum, ruang untuk mengkanalkan kekuatan-kekuatan tersebut. Dengan mengetahui kelebihan dan kekuatan kolega kita, insya Allah banyak hal yang bisa dituntaskan secara efisien dan efektif. Dengan waktu cepat, biaya yang tidak begitu banyak dan sekaligus berdampak langsung di lapangan,” jelasnya.
Kedua, membiasakan diri mendengarkan pendapat orang lain. Mendengarkan bukan pekerjaan sambilan, ketika orang lain berbicara. Mendengarkan adalah kegiatan serius dan di sana banyak hal yang bisa kita lakukan.
“Dengan mendengarkan, kita menganggap kolega-kolega kita bermanfaat. Bahkan ketika kolega kita berbicara, ada baiknya ambil kertas, bolpoin, ponsel, tablet untuk mencatatnya. Itu menunjukkan kita menghargai apa yang dibicarakan. Itu hal kecil, tetapi dampaknya luar biasa,” katanya.
Ketiga, memposisikan diri sebagai kolega. Ini penting. Dalam sebuah organisasi betul ada struktur, ada atasan dan bawahan. “Tetapi dalam konteks perguruan tinggi, lembaga pendidikan, apa yang terjadi di dunia bisnis, belum tentu bisa adopsi mentah-mentah. Perlu kita adaptasikan,” ujarnya.
Keempat, kata Fathul, menghargai kerja kolektif. “Ini penting. Tidak mungkin kita bekerja sendiri. Ketika ada capaian, anggap itu capaian kolektif, kerja bersama, bukan menepuk dada kerja saya. Sebaliknya, kalau ada kegagalan kita siap pasang badan dan berkata itu salah saya,” kata Fathul.
Menurut Fathul Wahid, dengan melakukan hal yang kecil-kecil seperti ini insya Allah ada perubahan besar yang dijalankan. “Saya yakin kerjasama yang baik, komunikasi yang terkendali, Insya Allah akan menganalkan energi manajemen kita menjadi lebih efisien dan efektif,” tandasnya. (*)