YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Universitas Islam Indonesia (UII) menyesalkan penggunaan kekerasan terhadap warga Rempang, Kepulauan Riau untuk mengosongkan lahan. Tindakan kekerasan tersebut mengusik nurani warga UII sebagai bagian elemen bangsa.
Demikian pernyataan sikap Universitas Islam Indonesia menyikapi kekerasan terhadap warga Rempang yang meenolakan Proyek Rempang Eco-City yang dikirim ke redaksi jogpaper.net, Kamis (14/9/2023). Pernyataan sikap tersebut didukung Kepala Pusat Studi Hak Asasi Manusia, Eko Riyadi; Rektor UII, Fathul Wahid; dan 10 orang anggota Majelis Guru Besar.
Fathul Wahid mengatakan UII mendorong setiap upaya pembangunan yang memajukan kehidupan bangsa, apalagi di wilayah yang belum mendapatkan perhatian serius dari negara. Namun demikian, pembangunan hendaknya dilakukan dengan tetap menghormati hak-hak dasar warga negara sebagaimana diperintahkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Ada lima pernyataan sikap UII terhadap kekerasan terhadap warga Rempang, Kepulauan Riau. Pertama, menyesalkan terjadinya kekerasan verbal maupun fisik terhadap warga oleh aparat yang mengakibatkan trauma fisik maupun psikologis warga Rempang. “Penggunaan kekerasan tersebut telah mencederai martabat kemanusiaan,” kata Fathul Wahid.
Kedua, lanjut Fathul, mendorong negara untuk selalu menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan pada posisi terhormat. Seluruh kebijakan pembangunan haruslah didasarkan pada penghormatan dan perlindungan terhadap hak-hak konstitusional warga negara.
Ketiga, mendesak negara untuk senantiasa menempatkan pembangunan sebagai instrumen yang dilandaskan pada nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan guna menciptakan kesejahteraan bagi seluruh warga negara. Keempat, menentang penggunaan segala bentuk kekerasan sebagai bagian dan/atau alat untuk penyelesaian aspirasi warga yang merasa hak-haknya terancam.
“Pemerintah harus segera mengambil tindakan dalam rangka memulihkan warga yang terdampak kekerasan, terutama bagi kelompok rentan seperti anak-anak, lanjut usia, penyandang disabilitas, dan perempuan,” harap Fathul.
Kelima, menuntut negara untuk memastikan lingkungan alam dan hak-hak kultural tetap terjaga dan terlindungi. Kelestarian lingkungan menjadi isu kemanusiaan universal dan perusakannya (ecocide) menjadi musuh bersama umat manusia (obligatio erga omnes) .
“Pernyataan sikap ini dibuat dan disebarluaskan sebagai ikhtiar mengajak semua elemen bangsa untuk terus mendukung pembangunan nasional yang memajukan kesejahteraan umum dengan tetap melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Semoga Allah, Tuhan Yang Maha Esa selalu melindungi warga Rempang dan seluruh warga negara Indonesia,” tandas Fathul. (*)