YOGYAKARTA — Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta mengukukuhan dua guru besar yang dilaksanakan dalam Sidang Senat Terbuka, Senin (28/11/2016). Kedua profesor adalah Prof Dr Ni’matul Huda SH MHum sebagai guru besar bidang hukum tata negara, dan Prof Riyanto PhD sebagai guru besar bidang ilmu kimia.
Pengukuhan yang dilaksanakan di Auditorium Prof KH Abdul Kahar Mudzakkir Kampus Terpadu UII dipimpin Rektor Dr Harsoyo. Dihadiri Koordinator Kopertis V Dr Bambang Supriyadi, civitas akademi UII dan sejumlah tamu undangan.
Dalam pidatonya, Prof Ni’matul Huda mengangkat tema ‘Perkembangan Lembaga Negara dan Sengketa Kewenangan Lembaga Negara Pasca Reformasi’. Sedang Prof Riyanto mengemukakan tema ‘Peran Elektrokimia untuk Kemandirian Bangsa.’
Menurut Ni’matul, perkembangan lembaga negara dan komisi negara independen pasca reformasi di Indonesia cukup massif. Selain itu, munculnya kebijakan ekonomi daerah telah mengubah pola hubungan pusat dan daerah lebih desentralistik. “Kondisi ini berpotensi menimbulkan sengketa kewenangan lembaga negara, antara daerah dan pusat, antara komisi dengara dengan pemerintah, antar komisi negara, bahkan antar lembaga negara dan lain-lain,” kata Ni’matul.
Lebih lanjut Ni’matul mengatakan ada berbagai model pengaturan lembaga negara pasca reformasi. Pertama, lembaga yang dibentuk berdasarkanUUD 1945, yang kemudian diatur dan ditentukan lebih lanjut dalam atau dengan undang-undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), dan Keputusan Presiden (Kepres).
Kedua, lembaga yang dibentuk berdasarkan UU yang diatur dan ditentukan lebih lanjut dalam atau dengan PP, Perpres, dan Kepres. Ketiga, lembaga yang dibentuk berdasarkan PP atau Perpres yang ditentukan lebih lanjut dengan Kepres. Keempat, lembaga yang dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) yang ditentukan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri (Kepmen) atau keputusan pejabat di bawah Menteri.
Dalam kontek penyelenggaraan pemerintah, kata Ni’matul, timbulnya sengketa disebabkan beberapa kemungkinan. Di antaranya, kurang memadainya sistem yang mengatur dan mewadahi hubungan antar organ yang ada sehingga menimbulkan perbedaan interpretasi.
Sedangkan sengketa konstitusional lembaga negara dapat terjadi karena beberapa hal. Di antaranya, pertama, adanya tumpang tindih kewenangan antara satu lembaga negara dengan lembaga negara lainnya. Kedua, adanya kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diperoleh dari konstitusi atau UUD yang diabaikan oleh lembaga negara lain. Ketiga, adanya lembaga negara yang kewenangannya diperoleh dari konstitusi atau UUD yang dijalankan oleh lembaga negara lain.
Karena itu, Ni’matul Huda mengusulkan agar tafsir yang sempit dan restriktif terhadap ketentuan pasal 24 C ayat 1 UUD NRI Tahun 1945 harus ditinjau ulang. Hal ini dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan tuntutan kebutuhan, dan perkembangan zaman. “Urgenitas perluasan para pihak dalam sengketa kewenangan lembaga negara di Mahkamah Konstitusi adalah memberi payung hukum yang jelas terhadap kasus-kasus sengketa kewenangan lembaga negara melalui jalur hukum, bukan melalui jalur politik,” tandas Ni’matul Huda.
Penulis : Heri Purwata