YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Universitas Islam Indonesia (UII) me-launching Program Peduli Kesehatan Mental Mahasiswa (PEKA) UII Terpadu di Gedung Prof Sardjito Yogyakarta, Sabtu (8/7/2023). Selain launching PEKA, juga dilakukan penandatanganan memorandum of agreement (MoA) antara UII dan Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Launching PEKA ditandai dengan penekanan tombol oleh Dr Drs Rohidin, SH, MAg, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Keagamaan & Alumni dan Staf Ahli Bupati Sleman, dan dr Mafilindati Nuraini, MKes, Staf Ahli Bupati Bidang Kesejahteraan Rakyat. Sedang penandatangan MoA dilakukan Rohidin dan Kepala Dinas Kesehatan Sleman, dr Cahya Purnama, MKes.
Dikatakan Rohidin, kesehatan mental di kalangan mahasiswa merupakan isu yang menarik perhatian. Kesehatan mental mahasiswa berbanding lurus dengan prestasi dan kesejahteraan atau berdampak positif terhadap prestasi dan kesejahteraan.
“Mahasiswa yang mengalami masalah psikologis, akan berpengaruh terhadap prestasi di bidang akademik. Banyak faktor yang menyebabkan mahasiswa mengalami masalah psikologi,” kata Rohidin.
Faktor penyebab, kata Rohidin, di antaranya, beban kerja yang tingggi dan tugas-tugas yang sangat banyak untuk program studi tertentu. Itu bisa menjadi modus bagi para dosen, seperti dosen tidak bisa memenuhi jam mengajar maka mahasiswa diberi tugas yang kemudian menjadi beban bagi mahasiswa.
Kemudian, lanjut Rohidin, pergaulan yang tidak terkendali, bebas dan lepas, seperti saat ini. Sehingga mahasiswa lebih fokus pada pergaulan dan terlena pada tugas-tugas kuliah. Akibatnya, mahasiswa mengalami stres karena tidak bisa memenuhi tugas kuliah dan muncul gangguan mental.
Sedang Bupati Sleman, Dra Hj Kustini Sri Purnomo dalam sambutan tertulis yang dibacakan Mafilindati Nuraini mengatakan remaja merupakan aset bangsa dan generasi penerus bangsa. Bupati menyarankan untuk menjaga kesehatan mental mahasiswa perlu melakukan olahraga secara teratur, disiplin beribadah, menyalurkan hobi, dan lain-lain.
“Pemerintah Kabupaten Sleman telah memiliki komitmen dalam menyehatkan mental masyarakat. Tahun 2022 telah dicanangkan Program Matahati, sebuah inovasi kesehatan jiwa yang menyeluruh meliputi upaya promotif, preventif, kuratif hingga rehabilitatif,” kata Kustini.
Program Matahati menyediakan layanan konsultasi psikologis dan lain-lain. “Upaya memelihara kesehatan jiwa harus dilakukan secara sinergis, baik oleh pemerintah dan swasta, akademisi, dan seluruh warga,” katanya.
Sementara Kepala Divisi Pembinaan Kepribadian & Kesejahteraan UII, Nur Pratiwi Noviati, SPsi, MPsi, Psi mengatakan kehadiran PEKA diharapkan dapat memberikan dan meningkatkan wawasan mahasiswa akan pentingnya kesehatan mental. “Guna menghasilkan pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan dalam penanganan, UII menjalin kerja sama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman melalui penandatanganan naskah kerja sama,” kata Nur Pratiwi.
Launching PEKA dilanjutkan dengan seminar yang mengangkat tema ‘Mental Health Awareness in University.’ Nara sumbernnya, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, dr Cahya Purnama, MKes; Psikolog Akademisi yang juga Dosen Program Studi Psikologi UII, Dr Retno Kumolohadi, SPsi, MPsi, Psikolog; serta Psikiater RS PKU Wonosari dan RSUD Wonosari, dr Ida Rochmawati, MSc, SpKJ (K).
Nur Pratiwi menambahkan, data kesehatan mental mahasiswa di Indonesia
menunjukkan masalah yang cukup serius. Menurut survei Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi pada tahun 2018, ditemukan sekitar 25% mahasiswa di Indonesia mengalami gangguan kesehatan mental. Gangguan kesehatan mental yang paling umum di antaranya, stres, kecemasan, dan depresi.
Selain itu, survei ini juga menunjukkan bahwa sekitar 20% mahasiswa mengalami gejala-gejala gangguan mental yang signifikan. Namun mereka tidak mendapatkan penanganan yang memadai.
“Penelitian lain yang dilakukan oleh Yayasan Kesehatan Jiwa (YKJ) pada tahun 2020 menyebutkan bahwa prevalensi gangguan kesehatan mental di kalangan mahasiswa mencapai 34,7%. Studi ini menunjukkan bahwa faktor-faktor seperti beban akademik yang tinggi, tekanan sosial, dan perubahan lingkungan dapat mempengaruhi kesehatan mental mahasiswa,” tandasnya. (*)