UWM Lanjutkan Pembangunan Kampus Terpadu Tahap II

Prof Edy Suandi Hamid, Rektor UWM saat orasi budaya di Kampus Terpadu UWM Yogyakarta, Ahad (21/7/2024). (foto : heri purwata)
Prof Edy Suandi Hamid, Rektor UWM saat orasi budaya di Kampus Terpadu UWM Yogyakarta, Ahad (21/7/2024). (foto : heri purwata)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta melanjutkan pembangunan Kampus Terpadu tahap II. Pembangunan kampus UWM tahap II tersebut mendapat dukungan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Demikian dikatakan Rektor UWM, Prof Dr H Edy Suandi Hamid MEc saat Sosialisasi Pembangunan Kampus UWM Tahap II dengan masyarakat. Sosialisasi dilaksanakan di Pendopo Kampus Terpadu UWM, Jalan Tatabumi Selatan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Ahad (21/7/2024).

“Dari PUPR akan dibangun luasan sebesar 4.823 meter persegi dengan nilai Rp 46,19 miliar, terdiri dari dua Gedung Widya Pambiji dan Papan Radya. Sedangkan dari Kementerian BUMN untuk Gedung Piwulangan 1++ seluas 2.652 m2; serta Religiuos Center (Widya Nusantara) dengan total budget Rp 33,473 miliar,” kata Edy Suandi Hamid.

Pembangunan, lanjut Edy, direncanakan selesai akhir tahun, 31 Desember 2024. Dalam proses Pembangunan ini, pasti akan mengganggu lingkungan kampus ini dan harapannya keriuhan pembangunan bisa diminimalkan. “Untuk itu kami mohon pengertian, kerelaan, dan pengorbanannya. Insha Allah semua pengorbanan dan keihlasan itu akan berbuah pahala buat bapak ibu dan kita semua,” kata Edy.

Edy menambahkan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Angka Partisipasi Kasar Perguruan Tinggi (APK PT) Indonesia 2023 hanya 31.45. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan Malaysia, apalagi dibandingkan dengan Singapura yang sudah mencapai di atas 50.

“Memang DIY sudah jauh di atas itu (74,08). Namun penduduk DIY sendiri, lulusan SLTA-nya hanya 31% yang melanjutkan ke perguruan tinggi. Jadi masih banyak yang perlu difasilitasi. Apalagi DIY adalah disebut Kota Pendidikan, Kota Pelajar,” kata Edy.

Selain itu, tambah Edy, mutu pendidikan Indonesia masih rendah. Tingkat kualitas pendidikan itu dapat dilihat pada angka PISA (Programme for International Student Assessment) dari Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Organisasi tersebut membandingkan kemampuan matapelajaran matematika, membaca, sains, para siswa 80-an anggota, Indonesia masuk pertingkat-peringkat lapisan paling bawah. “Kita hanya berada di atas negara-negara seperti Guatamela, El-salvador, Paraguay, dan Kamboja. Dan negara-negara ini baru bergabung di PISA, tahun 2022 lalu,” tandas Edy.

Kondisi tersebut, kata Edy, menjadi tantangan untuk mencerdaskan anak bangsa ini. Pendiri UWM, yakni HB IX dan HB X peduli dengan masalah itu sehingga tahun 1982 mendirikan UWM. Kedua Raja Yogyakarta itu bukan sekedar mengekor lembaga pendidikan yang sudah ada, namun ingin membangun pendidikan yang berbasis budaya, budaya Yogyakarta, budaya adiluhung Indonesia.

“Ingin melahirkan para sarjana, cendekiawan, yang tidak saja pintar, namun memiliki karakter yang baik, berakhlak mulia, attitude yang sesuai budaya timur. Untuk menciptakan lulusan tersebut, dosen dan Tendiknya dituntut memiliki budaya yang adiluhung,” katanya.

Sehingga UWM, kata Edy, memiliki motto Menuju UWM Unggul Berbasis Budaya. Unggul artinya memiliki daya saing; lulusan maupun lembaga yang ada di bawahnya. Unggul dalam akreditasi, baik institusi maupun Prodi. “Sejauh ini kita secara umum baru Baik Sekali atau Akreditasi B, belum ada yang Unggul,” kata Edy.

Kemudian UWM sebagai kampus berbasis budaya dengan filosofi Hamemayu Hayuning Bawana. Kampus yang dapat terlibat memelihara, melindungi, mengayomi alam semeseta. Kampus yang dapat berbuat dan menjadi rahmatan lil alamin; rahmat bagi seluruh alam.

Kampus Satriya yaitu bagaimana dosen, Tendik, dan keluarga UWM memiliki watak kesatriya; memegang teguh ajaran moral dan berakhlak; atau akhlakuk qarimah. Kampus yang memegang filosofi Sengguh Ora Mingkuh yaitu mendidik anak menjadi insan yang rendah hati, sopan, dan bertanggung jawab. Atau insan yang tawadhu.

Greget yang bermakna memiliki kepercayaan diri dan semangat yang tinggi, lebih-lebih dalam menuntut ilmu. Artinya memiliki ghiroh dalam tholibul ilmu yang tinggi. Ghiroh ilmiyah, ghiroh amaliyah. Juga filosofi Sawiji, yang bermakna fokus, insan yang konsetrasi pada amanah yang diberikan atau istiqomah.

“Jadi kita ingin UWM ini melahirkan lulusan punya gerget, semangat tinggi, percaya diri, dengan ghiroh belajar ilmiah; berilmu – amaliyah. Harapannya UWM bisa berperan mewujudkan generasi yang berilmu amaliah, beramal ilmiah, religious, berakhlakul karimah, sehingga bisa diterima dalam lingkungan apapun,” harap Edy. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *