YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Pakar Forensika Digital, Dr Yudi Prayudi MKom mengungkapkan saat ini batasan antara game online dan judi online semakin kabur. Banyak aspek dari keduanya yang tumpang tindih, sehingga sulit bagi banyak orang untuk membedakan antara game dan judi online.
Meskipun ada perbedaan tipis antara game dan judi online, namun ada hal esensial yang membedakan. “Judi online memiliki tujuan utama untuk mendapatkan uang atau barang berharga. Judi online juga sering dikaitkan dengan potensi kecanduan yang lebih tinggi dan risiko kehilangan uang dalam jumlah besar dalam waktu singkat,” kata Yudi kepada wartawan secara virtual Selasa (12/9/2023).
Dalam judi online, jelas Yudi, pemain menyetor uang nyata, bertaruh dengan uang tersebut, dan berharap memenangkan lebih banyak uang yang nantinya bisa ditarik. Judi online memungkinkan pengguna untuk memasang taruhan dengan uang nyata dan memiliki potensi untuk memenangkan lebih banyak uang atau hadiah berharga lainnya. “Beberapa game memiliki mata uang virtual yang dapat dibeli dan ditukar dengan uang nyata,” katanya.
Yudi Prayudi yang juga Kepala Pusat Studi Forensika Digital (PUSFID) Universitas Islam Indonesia (UII) ini menambahkan awalnya, game online dirancang untuk menghibur. Tujuan utamanya adalah kesenangan, mencapai prestasi, membangun strategi, atau sisi sosial dalam bentuk berinteraksi dengan pemain lain.
Sedang judi online memiliki tujuan utama untuk mendapatkan uang atau barang berharga. Meski terdapat elemen keterampilan, seperti dalam poker, namun keberuntungan tetap menjadi faktor dominan.
Menurut Yudi dampak sosial dari keduanya adalah untuk game online, meski ada potensi negatif seperti kecanduan game, tetapi dampak sosial tersebut biasanya dianggap lebih ringan dibandingkan dengan judi online. Sedang dampak judi online, menimbulkan berbagai masalah serius, termasuk kecanduan, masalah keuangan, dan dampak pada kesejahteraan mental.
Di Indonesia, kata Yudi, perjudian dalam bentuk apapun termasuk judi online, dilarang dan diatur peraturan perundang-undangan. Di antaranya, Pasal 303 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE): UU No. 11 Tahun 2008.
Dijelaskan Yudi, Pasal 27 ayat (2) dari Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) di Indonesia menyatakan sebagai berikut: “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.”
Pasal 27 Ayat 2 ini ini secara eksplisit mengatur tentang pelarangan distribusi, transmisi, atau membuat informasi dan dokumen elektronik yang berisi muatan perjudian dapat diakses. Dengan kata lain, siapa pun yang terlibat dalam mengoperasikan, terlibat atau bahkan mempromosikan situs judi online dapat dituntut berdasarkan pasal ini.
“Namun salah satu tantangan terbesar dalam penegakan hukum terhadap judi online adalah isu jurisdiksi. Banyak platform judi online beroperasi di lintas negara, menghindari yurisdiksi di mana perjudian mungkin ilegal dengan berbasis di wilayah di mana perjudian diperbolehkan,” katanya.
Meskipun berbagai upaya dilakukan untuk menekan pertumbuhan judi online ilegal, kenyataannya masih banyak situs yang berhasil mengelabui hukum. Meski judi online kian populer, belum semua negara memperbolehkan operasionalnya. Di beberapa negara, judi online adalah aktivitas illegal termasuk Indonesia, dan bagi mereka yang terlibat bisa mendapatkan sanksi hukum.
Penegakan hukum menjadi tantangan tersendiri. Seringkali, situs judi online beroperasi di yurisdiksi lain, menjadikannya sulit untuk dilacak dan dihentikan. Selain itu, mereka juga menggunakan berbagai metode untuk menghindari deteksi, seperti penggunaan VPN dan mata uang kripto. (*)