YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Dr Yusdani, Ketua Program Studi Doktor Hukum Islam Indonesia, Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia (PPs FIAI UII) menandaskan label wisata syariah masih dipertanyakan. Karena itu, ilmuwan Islam harus bisa memberikan jawaban yang jelas dan memuaskan bagi masyarakat.
Hal tersebut diungkapkan Yusdani saat bedah ‘Buku Filsafat Pariwisata’ tulisan Dr Sarbini mBah Ben di Kampus UII Demangan Yogyakarta, Sabtu (13/10/2018). Bedah buku menghadirkan penulis buku Dr Sarbini mBah Ben, dan pembedahnya Dr Unggul Priyadi serta Mukalam MHum.
Lebih lanjut Yusdani mengatakan wisata syariah saat ini sedang dikembangkan di Indonesia. Hal ini seiring dengan program pemerintah yang menjadikan pariwisata menjadi sumber devisa negara. Namun belum ada kajian secara keilmuan tentang wisata syariah.
“Dari sisi keilmuan itu penting, kita kembangkan wisata syariah itu seperti apa wujudnya. Selain itu, juga pelabelan syariah itu saya kira menjadi persoalan tersendiri karena fenomena selama ini label syariah itu ‘banyak orang bertanya-tanya.’ Ini menjadi tantangan akademis apalagi pascasarjana,” kata Yusdani.
Wisata syariah, kata Yusdani, merupakan obyek studi yang masih sangat menentang. Artinya, tugas lembaga pendidikan Islam harus dapat menjelaskan kesyariahan wisata dan label halal.
“Minimal semacam standarisasi atau kriteria-kriteria seperti apa yang disebut wisata syariah. Dalam buku yang dibedah ada hal yang menarik, syariah itu ya religiusnya. Artinya dalam pariwisata juga dilihat dalam pengelolaan dan sebagainya temuan dari Sarbini dapat dijadikan sebagai acuan pengembangan wisata syariah ke depan,” katanya.
Menurut Yusdani, munculnya wisata syariah merupakan peluang bagi perguruan tinggi Islam untuk membuat program studi atau fakultas wisata syariah. Ini sebagai peluang dan ini adalah bagaimana mengelola program untuk merespon sebagai tantangan dari segi keilmuan, segi bisnis dan sebagainya.
“Wisata syariah jangan itu-itu saja. Tetapi harus ada pemaknaan dan betul-betul memuaskan masyarakat dari sisi pelayanan. Perguruan tinggi harus bisa menyatukan aspek keilmuan dan aspek bisnis,” tandas Yusdani.